Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 melaporkan jumlah pasien Covid-19 yang meninggal dunia di Indonesia bertambah sebanyak 24 sehingga total meninggal menjadi 520 orang hingga Jumat, 17 April 2020.
Sementara yang positif berjumlah 5.923 kasus dengan penambahan kasus positif baru sebanyak 407 kasus dan ada penambahan 59 pasien sembuh sehingga total 607 orang sembuh.
DKI Jakarta sendiri masih menjadi episentrum wabah Covid-19 di Indonesia mencatat 154 kasus baru, sehingga totalnya mencapai 2.815 kasus positif, 204 pasien berhasil sembuh dan 246 pasien meninggal dunia.
Untuk itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak Jumat, 10 April 2020 hingga Kamis, 23 April 2020.
Penerapan PSBB tersebut berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 33/2020 tentang PSBB yang diterbitkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sebagai upaya penanggulangan penyebaran wabah virus Corona.
Lalu bagaimanakah kita melihat dari sudut protokol pemakaman terhadap pasien yang meninggal dunia selama pandemi Covid-19 ini baik di ibukota dan daerah lain.
Pada Senin, 6 April 2020, Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta, Suzi Marsitawati, menyatakan, sampai pukul 12.30 WIB mereka telah memakamkan 639 jenazah sesuai prosedur pasien penyakit virus Corona (Covid-19) yang meninggal dunia.
Jenazah yang dimakamkan dengan prosedur pasien Covid-19 tidak mesti pasien positif. Hal itu ditegaskan Ketua II Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DKI Jakarta, Catur Laswanto, dari jumlah 639 yang dikuburkan dengan prosedur khusus, ada 126 yang merupakan jenazah pasien Covid-19.
Ada orang berstatus ODP dan PDP yang ternyata meninggal dunia. Penguburan tidak boleh lebih dari empat jam setelah kematian. Sesuai protokol kesehatan, ODP dan PDP yang wafat itu juga harus diurus sebagaimana penderita Covid-19, yaitu jenazah harus dibungkus plastik dan dimasukkan ke dalam peti.
Pemprov DKI Jakarta sendiri menyiapkan dua tempat pemakan umum di wilayahnya untuk jenazah terkait Covid-19. Yaitu di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, dan TPU Tegal Alur di Jakarta Barat.
Penolakan jenazah
Satu kasus penolakan terhadap pemakaman jenazah Covid-19 di Mimika. Personel Polres Mimika, Papua, membubarkan secara paksa sekelompok warga yang memblokade jalan menuju Tempat Pemakaman Umum SP1, Kelurahan Kamoro Jaya, Distrik Wania, pada Senin, 13 April 2020.
Blokade ini dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang bermukim di sekitar Jalur Selatan TPU SP1 lantaran keberatan jenazah pasien Covid-19 dimakamkan di lokasi itu. Mereka meminta Pemkab Mimika mencari lokasi lain untuk pemakaman pasien meninggal karena kasus Covid-19.
Kepala Polsek Mimika Baru, Komisaris Polisi Sarraju, mengatakan, pembubaran paksa aksi warga itu karena meresahkan dan mengganggu ketenteraman warga lainnya.
Di sisi lain, katanya, kegiatan pengumpulan massa dalam masa darurat wabah Covid-19 saat ini bertentangan dengan Maklumat Kapolri Nomor Mak/2/III/2020 tentang kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan penyebaran virus Corona.
Kasus lain terjadi juga terjadi penolakan terhadap jenazah NK (38). Seorang perawat yang bekerja di RSUP Kariadi, Semarang, meninggal pada Kamis, 9 April 2020, karena terinfeksi Covid-19.
Pemakaman Pemakaman perawat itu sempat ditolak warga Sewakul, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, hingga akhirnya dipindahkan. Jenazah baru selesai dimakamkan di pemakaman keluarga pegawai RS Kariadi, Kamis malam.
Terhadap kasus penolakan pemakaman itu, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyayangkan sikap dan tindakan oknum masyarakat atas penolakan pemakaman jenazah NK salah seorang perawat di RS dr Kariadi Semarang karena terpapar Covid-19.
Ketua Umum DPP PPNI, Harif Fadhillah, mengecam tindakan penolakan jenazah yang dilakukan oknum-oknum warga yang tidak memiliki rasa kemanusiaan.
Tindakan itu dinilai PPNI cenderung melawan hukum dengan memberikan stigma negatif dan diskriminasi kepada almarhum NK yang secara nyata berada di garda terdepan melawan Covid-19.
Pasal Berlapis
Polisi tidak tinggal diam dan menindaklanjuti kasus penolakan pemakaman itu. Polda Jawa Tengah memproses hukum tiga orang yang diduga sebagai provokator.
Ketiga orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam penolakan pemakaman jenazah di TPU Sewakul pada 9 April 2020 tersebut masing-masing THP (31) BSS (54) dan S (60) masing-masing warga Sewakul, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Polisi Budi Haryanto, menyatakan, para tersangka itu berusaha memrovokasi dan menghalang-halangi petugas yang akan memakamkan jenazah pasien positif virus Corona itu. Sekitar 10 orang yang memblokade jalan masuk menuju TPU sehingga petugas tidak bisa melaksanakan tugasnya.
Polisi menjerat dengan pasal berlapis KUHP dan UU Nomor 4/1984. Mereka disangkakan dengan pasal 212 dan 214 KUHP serta UU Nomor 4/1984 tentang Penanggulangan Wabah.
Pasal 212 KUHP menyebut: Barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan melawan serang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang waktu itu menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat yang bersangkutan sedang membantunya, diancam karena melawan pejabat dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
Sementara pasal 214 KUHP menyatakan: Paksaan dan perlawanan tersebut dalam Pasal 212, bila dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Sementara pendapat lain disampaikan Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Riau, DR Erdianto Effendy SH, MHum yang menilai kurang tepat pihak kepolisian menerapkan pasal 14 UU Nomor 4/1984 dan pasal 212 dan pasal 214 KUHP terkait aksi warga yang menolak pemakaman korban Covid-19.
Pasal 14 UU Nomor 4/1984 menyasar orang yang menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah. Apakah proses pemakaman bagian dari kegiatan penanggulangan wabah.
Terkait penerapan Pasal 212 KUHP menyasar mereka yang melawan petugas, apakah menolak proses pemakaman dapat ditafsir melawan petugas?
Ia juga tidak sepakat juga jika harus setiap persoalan digunakan hukum pidana, karena tidak semua persoalan kehidupan harus diselesaikan dengan hukum pidana.
Dari sisi jenazah, Majelis Ulama Indonesia mengingatkan empat hak mayat. Wasekjen MUI Pusat Bidang Fatwa, Sholahuddin Al Ayyubi, mengajak masyarakat tidak menolak jenazah Covid-19 karena sejatinya terdapat empat kewajiban orang hidup terhadap mayat.
Orang meninggal itu membawa dampak kepada orang yang masih hidup 'fardhu kifayah' mengurusi dalam empat hal. Ini kewajiban orang yang hidup yaitu memandikan, mengkafani, menshalati dan menguburkan.
Dalam mengurus jenazah diajurkan juga agar dilakukan sesegera mungkin sehingga dapat lekas dimakamkan.
Hal senada juga disampaikan Ketua DPR, Puan Maharani, meminta Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama tokoh masyarakat agar secara massif mengedukasi dan menyosialisasikan kepada masyarakat terkait Standard Operational Procedure (SOP) dan protokol kesehatan pemakaman jenazah pasien yang terinfeksi Covid-19.
Langkah ini diperlukan sehingga tidak menimbulkan kecemasan dan ketakutan dari masyarakat akan terjadi penularan jika jenazah dimakamkan di wilayah mereka.
Pada saat-saat seperti ini justru kita semua harus menunjukkan sikap kerukunan dan gotong-royong yang sudah menjadi ciri khas bangsa Indonesia.