IN MEMORIAM: IDA KUSUMAH, PERGINYA "SANG ASET NEGARA"

id


Ilham Bintang *)

Jakarta (ANTARA) - Delegasi Festival Film Indonesia (FFI) pada Jumat (26/11) pagi bertolak ke Batam, Kepulauan Riau, untuk menghadiri pengumuman Nominasi FFI 2010 yang dilangsungkan hari Minggu. Artis Ida Kusumah merencanakan menyusul ke Batam hari Sabtu bersama dua anggota group The Golden Gilrs, Rina Hassim, dan Connie Sutedja.

Namun, dua hari sebelum ke Batam, Ida Kusumah keburu dipanggil menghadapi Ilahi, Kamis malam. Inilah namanya takdir. Siapakah yang tahu. Innalillahi Wainna Ilahi Rojiun. "Tiketnya masih ada sama saya," kata Connie di rumah duka Jumat siang.

Ida Kusumah dikenal paling rajin menghadiri berbagai acara film di mana pun acara itu dilangsungkan. Dia suka bertemu dengan banyak kenalan, apalagi dengan para penggemarnya.

Dia suka kalau disapa oleh fans dengan menirukan gaya dia sendiri berucap kata-kata dalam bahasa asing campur bahasa daerah Sunda. Gaya ibu-ibu golongan berpunya (the haves) Jakarta yang sok pamer (exshibisionis).

Karakter ibu songong pertama kali dia mainkan dalam film "Catatan Si Boy" di tahun 1980an yang berlanjut dalam banyak perannya kemudian, termasuk yang paling mutakhir di sinetron "Cinta Fitri".

Semacam kritik

Ida Kusumah sangat menjiwai peran songong tersebut, padahal pembawaan dia sehari hari kebalikan dari hal itu. Ia dikenal sebagai sosok rendah hati dan ramah.

Dia berhasil memerankan karakter tersebut mungkin karena kemampuan akting yang prima sekaligus mengekspresikan kritiknya kepada kaum ibu kalangan the haves.

Ida rajin bersilatuhrahmi menjaga hubungan baik dengan banyak kalangan. Mungkin itu istilah lebih tepat untuk kegemarannya menghadiri acara apapun, apalagi kegiatan bersangkutan dengan dunia film. Rasanya tidak ada festival yang dia tidak luangkan waktunya untuk hadir. Seperti ke Batam itu salah satu contohnya. Padahal, jadwal shootingnya sendiri sudah amat padat.

Produser film Zairin Zain menjulukinya jimat FFI. Zairin mengaku untuk acara FFI di Batam itu, Ida Kusumah adalah artis pertama yang dia hubungi. "Dia sangat disiplin mengikuti semua acara," kenang Zairin.

Ida suka dijuluki begitu. Seperti juga dia suka ketika Menteri Budaya & Pariwisata, Jero Wacik menyebutnya sebagai "aset negara". Dia suka mendengar julukan itu. Kerap dia sendiri yang mengucapkan. Rasanya itu berarti sekaligus penghormatan orang lain atas eksistensinya. Nyambung dengan pesan agama: sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat bagi orang lain.

Janjian ke Batam

Siang itu di rumah duka, Connie dan Rina Hassim masih memendam kesedihan mendalam. "Udah janjian ke Batam bareng. Ida udah konsul tentang busana yang akan dikenakan selama di sana," kata Connie.

"Kami juga wanti-wanti ke Ida supaya jangan pakai sepatu hak tinggi," kata Rina. Tetapi, Ida cuma tertawa geli mendengar saran sohibnya. Selalu begitu. "Wah, sepatu tinggi itu bikin saya percaya diri," kata Rina, mengutip Ida yang punya kebiasaan menyahut sambil tertawa geli.

Rupanya mereka punya kenangan terkait sepatu high heels itu. "Dia berkali-kali jatuh lantaran sepatu hak tinggi. Tapi, dia tak pernah kapok," ungkap Connie. "Baru- baru ini dia jatuh di mal, ditolong tiga satpam baru bisa bangun," tambah Rina.

Ida menghebuskan nafas di usia 71 tahun. Dia mulai main film tahun 1955. Tak jelas berapa persisnya jumlah film dan sinetron yang dia bintangi sejak terjun di dunia sinematografi. Yang mengagumkan bahwa kerja film itu dijalani hingga usia sepuh kepala tujuh dengan hampir tanpa keluhan.

Luar biasa, dia mengabdikan seluruh hidupnya untuk film. Bahkan, dia meninggal di saat tengah shooting film, saat dia bekerja. Itu sebabnya masih di rumah duka Jumat siang penulis mengusulkan di akun twitter, agar Panitia FFI memberi penghargaan pengabdian seumur hidup (live achievement) kepada Ida Kusumah. Dia lah contoh sebaik-baik artis yang harus diteladani. Usul itu mendapat dukungan banyak kalangan, terutama dari kalangan orang film sendiri.

Penulis merasa bersalah dan menyesal pernah membuatnya kecewa. Berkali-kali penulis diundang untuk pembukaan toko makanannya, tetapi berkali-kali pula berhalangan. Suatu kali dia menelpon dan terang-terangan menyatakan kekecewaan. Dia bilang penulis sombong, sehingga harus berulang kali meminta maaf.

Selamat jalan Ceu Ida. Di hadapan jenazahnya, di rumah duka, penulis pun kembali meminta maaf sekaligus memohon doa kepada Sang Khalik, yang Maha Pemurah, Maha Penyayang, agar dosa-dosa Ida Kusumah. Ida diberi tempat yang lapang, nyaman, dan indah, berdampingan dengan kekasih Allah SWT yang lain. Amien. (*)

*) Ilham Bintang (ilhambintangmail@yahoo.co.id, ilhambintang@cekricek.co.id, twitter: @ilham_bintang) adalah pengamat perfilman; Sekretaris Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat; Pemimpin Redaksi Tabloid Cek&Ricek.