Kemenkes mengakui hadapi penolakan saat rumuskan standar kemasan rokok

id Standar kemasan rokok,Kemenkes,Rokok ilegal,Rokok

Kemenkes mengakui hadapi penolakan saat rumuskan standar kemasan rokok

Tangkapan layar-Desain usulan Kemenkes untuk standar kemasan rokok yang saat ini tengah dibahas bersama seluruh lapisan masyarakat, disampaikan oleh Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes dr. Benget Saragih dalam diskusi bersama TCSC-IAKMI di Jakarta, Kamis (9/1/2025). (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengakui menghadapi penolakan dari berbagai pihak saat merumuskan kebijakan untuk standar kemasan rokok.

"Tantangannya dalam perumusan kebijakan standardisasi kemasan ini, yang pertama, kita banyak mendapatkan penolakan-penolakan, surat-surat dari industri, bagaimana argumen-argumen yang dikeluarkan oleh klien dan industri, bahwa ini akan memicu banyak rokok ilegal dengan kemasan polos," kata Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes dr. Benget Saragih di Jakarta, Kamis.

Ia mengemukakan, berbagai keluhan dalam surat dari beberapa komunitas maupun industri tersebut di antaranya potensi banyaknya kehilangan tenaga kerja hingga merugikan pedagang kecil.

"Ini yang disampaikan ke kita, dan itu kita sedang kumpulkan semua bahan-bahannya, termasuk apa yang disampaikan koalisi-koalisi anti-tembakau ini merupakan peluru buat kami, ada hasil-hasil penelitian ini untuk kita sampaikan, sehingga kalau nanti dalam pembahasannya ada penolakan lagi, kita bisa berbuat," ujar dia.

Benget menyampaikan, beberapa penolakan tersebut tidak hanya datang dari masyarakat sipil atau industri, tetapi juga dari DPR dan beberapa kementerian/lembaga

"Kemudian, bagaimana diskusi publik dilakukan oleh industri yang melibatkan DPR, organisasi keagamaan dan mengundang kita, luar biasa untuk menolak rumusan kebijakan standar kemasan tembakau ini," ucap Benget.

"Lalu, di media sosial, media penyiaran, talkshow beberapa kali dilakukan untuk menolak standar kemasan ini, bukan hanya dari masyarakat sipil atau industri, melainkan juga dari DPR dan kementerian/lembaga," imbuhnya.

Untuk itu, ia berharap agar seluruh jaringan anti-tembakau, komunitas, hingga masyarakat sipil untuk terus mengawal dan mendukung kebijakan standar kemasan rokok untuk melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dari paparan produk tembakau dan rokok elektronik. Benget juga memaparkan, saat ini, Indonesia menempati posisi ketiga pasar rokok terbesar di dunia setelah China dan India.

Baca juga: Menkes sebut belum ada kenaikan iuran BPJS pada 2025

"Di tengah kondisi global di mana konsumsi rokok terus mengalami tren penurunan, Indonesia menjadi semacam anomali karena terjadi peningkatan," tuturnya.

Ia juga menyebutkan, berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun di Indonesia yakni sebanyak 5,9 juta atau 7,4 persen, sedangkan perokok dewasa usia 15 tahun ke atas sebanyak 63,1 juta atau 29,7 persen.

Baca juga: Menkes mengimbau masyarakat tak membeli antibiotik tanpa resep dokter

Sedangkan kematian akibat perilaku merokok per tahun sebanyak 290 ribu jiwa, dengan 59,6 persen kematian akibat kanker trakea, bronkus, dan paru-paru.

Untuk itu, Kemenkes tengah menyusun Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang standar kemasan rokok dan terus mengupayakan penerapan kebijakan sesuai amanah Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Pasal 149 ayat (4) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksana UU Nomor 17 Tahun 2023 pasal 435-437 dan pasal 461 ayat (1).