KEMENHUT: SESAOT JADI IKON PENGEMBANGAN PENGELOLAAN HKM

id

          Bogor, 1/3 (ANTARA) - Sekjen Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto mengemukakan, hutan Sesaot di Nusa Tenggara Barat menjadi ikon pengembangan pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat yakni hutan kemasyarakatan dan jasa lingkungan di Indonesia, bahkan dunia.

        "Pertemuan besar (Sangkep Beleq) III yang digelar 28-29 Desember 2010, telah membuktikan bahwa masyarakat mampu mengelola hutan Sesaot dengan baik melalui skema HKm itu," katanya di Bogor, Jawa Barat, Selasa.

        Saat membuka seminar nasional bertema "Kepastian Pengelolaan Kawasan Hutan Sesaot", dalam sambutan yang disampaikan Tony Suhartono, kapusdal II Region Jawa-Bali-Nusa Tenggara Kemenhut, Sekjen Kemhut mengakui masih ada masalah dalam memperluas akses masyarakat dan memastikan pengakuan pengelolaan sumberdaya hutan dalam bentuk HKm itu.

       "Karena sebelumnya kawasan tersebut sudah ditunjuk Menteri Kehutanan sebagai kawasan hutan konservasi taman hutan raya (Tahura)," katanya.

        Namun, kata Hadi Daryanto, setelah dilakukan konsolidasi pada 24Januari 2011, HKm di hutan Sesaot, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, dialokasikan seluas 3.857 hektare direkomendasikan tetap diteruskan, dan Tahura dipindahkan ke Sumbawa.

        "Seluas 3.672 hektare di hutan Sesaot dalam proses pengajuan dan seluas 185 hektare sudah mendapat izin HKm," katanya.

         Menurut dia, terhadap solusi itu, ada dua opsi yang bisa dipilih. Yang pertama, sesuai Permenhut No.37 tahun 2007, HKm hanya diberlakukan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi sehingga perlu dilakukan alih fungsi kawasan hutan dari hutan konservasi menjadi hutan lindung dengan usulan bupati setempat.

        Opsi kedua, sesuai PP No.6 tahun 2007, HKm dimungkinkan di kawasan konservasi, yang  untuk itu perlu dibuat suatu peraturan baru yang mengatur mengenai pelaksanaan HKm di kawasan konservasi.

       "Dengan demikian, suatu kawasan hutan pada dasarnya dapat dikelola melalui mekanisme HKm sepanjang pengelolaannya mampu mewujudkan sebuah pengelolaan hutan yang efisien dan lestari," katanya.

        Ditegaskannya bahwa solusi dimaksud akan memberikan perubahan yang biak, mengingat kawasan hutan Sesaot sangat penting sebagai daerah tangkapan air untuk memasok kebutuhan air, baik untuk Lombok Barat maupun Kota Mataram, khususnya PDAM karena sekitar 70 persen sumber air bakunya berasan dari kawasan hutan itu.

        Sementara itu, Direktur Eksekutif Konsorsium Untuk Studi dan Pengembangan Partisipasi (KONSEPSI) NTB Rahmad Sabani kepada ANTARA menjelaskan, pada akhir 2009  lahan seluas 185 hektare kawasan hutan di Desa Sesaot yang terletak di ujung timur wilayah Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, disetujui izin usaha untuk pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKM) oleh Menhut saat itu MS Kaban dengan masa konsesi selama 35 tahun

     KONSEPSI adalah pihak yang selama 15 tahun lebih mengawal perjuangan masyarakat untuk mewujudkan aspirasi HKm itu.

       Sementara itu, Gladi Hardiyanto dari Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) menjelaskan, setelah mendapatkan IUPHKM, dua HKm yakni di Desa Sesaot dan Desa Santong, selanjutnya akan mengikuti skema sertitikai LEI untuk hutan rakyat

    "Jadi, setelah IUPHKM diperoleh, langkah selanjutnya adalah mengikuti sertifikasi LEI, harapannya akan ada pengakuan dari parapihak bahwa masyarakat sudah bisa mengelola hutan secara lestari, dan kemudian mendapat nilai tambah," katanya

    Ia menjelaskan, skema sertifikasi LEI untuk hutan rakyat sudah dilaksanakan di beberapa daerah Wonogiri, Sukoharjo, dan Sragen di Jawa Tengah, Gunung Kidul di Yogyakarta, Magetan di Jawa  Timur, Sungai Utik di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat

   "Kami berharap skema sertifikasi LEI untuk hutan rakyat ke depan bisa berlanjut pada hutan-hutan rakyat lainnya di Indonesia," katanya

   Program Officer Ford Foundation Steve Rhee melihat bahwa dengan potensi komoditas hasil non kayu seperti tanaman buah-buahan, dan juga jasa lingkungan seperti sumber mata air, membutuhkan penanganan yang melibatkan ahli ekonomi dan bisnis

    "Dengan bantuan semacam itu, hasil hutan non-kayu dan jasa lingkungan akan mengoptimalkan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan," katanya