"Semoga dengan adanya kegiatan ini, banyak masyarakat yang menjadi tahu bahwa Dusun Kerandangan juga memiliki para penari yang berpotensi dan berkualitas," kata Ketua Banjar Masyarakat Hindu sekaligus Ketua Sanggar Widya Saraswati, I Ketut Widie (30), di Dusun Kerandangan, Minggu.
Ketut Widie menyambut baik festival yang digelar di Pantai Kerandangan, Desa Senggigi pada Sabtu sore (6/11) itu karena selama ini keberadaan penari Bali di Dusun Kerandangan kurang dikenal di NTB dan kalangan wisatawan.
Selain itu, minimnya dukungan dari pihak lain membuat mereka sampai sekarang tidak memiliki kostum sendiri dan harus menyewa.
"Sangat disayangkan, para penari dari Dusun Kerandangan sudah berlangsung sejak lama dan terlatih. Akan tetapi, jarang dilirik dan ini pertama kalinya mereka diundang untuk tampil dalam festival," jelas Widie.
Ketut Windie juga berharap semoga hotel yang terletak di kawasan wisata Desa Senggigi dapat memberikan ruang kepada para penari di Desa Senggigi untuk tampil ketika mereka menggelar festival maupun acara lainnya.
"Suatu saat nanti jika ada hotel terutama di Desa Senggigi yang membutuhkan tarian, bisa mengutamakan para penari dari Desa Senggigi itu sendiri. Sehingga tidak perlu lagi mencari penari dari luar," katanya.
Festival ini, ia berharap, semoga dapat memberikan dampak positif sehingga ke depan para penari di Dusun Kerandangan, Desa Senggigi ini tidak lagi terpinggirkan.
Ia mengaku sangat bahagia ketika anak didiknya bisa tampil dan diberikan kepercayaan untuk ikut serta memeriahkan Festival Bubur Beaq dan Bubur Puteq.
Sementara itu, Ni wayan Gunari, seorang penari Selat Segoro dari Dusun Kerandangan, mengaku sangat bangga bisa membawakan tarian tersebut. Apalagi, ini kali pertamanya tampil di publik yang disorot media pers dan ditonton oleh ratusan wisatawan.
Ia mengucapkan banyak terima kasih untuk Pemerintah Desa Senggigi bersama Perum LKBN Antara Biro NTB dan Yayasan Tangan Berbagi, karena telah memberikan dukungan dan perhatian penuh kepada para penari di Dusun Kerandangan.