GUBERNUR: KEKERINGAN BELUM PENGARUHI PENCAPAIAN PRODUKSI PADI

id

Mataram, 16/9 (ANTARA) - Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH. M. Zainul Majdi, mengatakan, bencana kekeringan lahan pertanian sudah melanda lokasi tertentu di provinsi itu, namun belum memengaruhi pencapaian target produksi padi.

"Kekeringan di wilayah NTB belum seperti di daerah lain, misalnya Jawa Barat yang sampai waduk pun nyaris kering," kata Zainul, di Mataram, Jumat.

Ia mengatakan, sejumlah kabupaten sudah melaporkan adanya bencana kekeringan yang melanda puluhan hektare tanaman padi, akibat perubahan iklim.

Bencana kekeringan lahan pertanian itu, misalnya, di Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat, di Montong Gamang Kabupaten Lombok Timur dan sejumlah daerah di Lombok bagian selatan.

"Ada yang laporkan 50 hektare, ada yang 30 hektare, tetapi belum meluas dan itu belum memengaruhi target pencapaian produksi padi tahun ini," ujarnya.

Di awal tahun, Pemprov NTB menargetkan produksi padi 2011 sebanyak 2.016.878 ton Gabah Kering Giling, yang kemudian ditingkatkan menjadi 2.060.081 ton atas permintaan Kementerian Pertanian sehubungan dengan adanya bencana kekeringan di sejumlah daerah di Indonesia.

Menurut gubernur dari kalangan ulama kharismatik itu, bencana kekeringan lahan pertanian biasanya melanda daerah yang memang sering kekurangan air, dan daerah yang tidak kekurangan air namun juga dilanda kekeringan karena perubahan iklim.

Pendekatan atas permasalahan kekeringan lahan pertanian itu berbeda yang disesuaikan dengan kondisinya.

"Solusi jangan pendeknya berupa pengangkutan air menggunakan truk tangki dan perbaikan embung-embung rusak yang relatif dekat dengan lahan pertanian yang mengalami kekeringan itu," ujarnya.

Sementara solusi jangka panjang berupa pembangunan embung-embung di berbagai lokasi strategis, dan peningkatan penyuluhan pertanian.

"Kami imbau petani agar selalu berkoordinasi dengan penyuluh pertanian, patuhilah anjuran para penyuluh misalnya tidak menanam pada bulan tertentu yang diprediksi akan kekurangan air hujan hingga berdampak gagal panen," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi NTB H. Abdul Ma'ad, mengatakan, pemerintah daerah dapat mengajukan usulan permohonan bantuan ganti rugi atas areal tanaman padi yang gagal panen karena bencana kekeringan.

Acuannya yakni Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional Dalam Menghadapi Cuaca Ekstrim.

Inpres itu diantaranya mengatur tentang Kementerian Pertanian yang ditugaskan menyediakan dan menyalurkan bantuan benih, pupuk dan pestisida secara cepat kepada petani yang mengalami gagal panen.
Inpres itu memberi ruang kepada petani yang mengalami gagal panen tanaman padi untuk mengajukan permohonan bantuan ganti rugi.

Besaran ganti rugi itu sebesar Rp3,8 juta/hektare, yang diberikan pemerintah pusat melalui kementerian terkait secara langsung kepada petani melalui rekening.

Biaya ganti rugi sebesar Rp3,8 juta/hektare itu, terbagi menjadi biaya pengganti bibit dan pupuk sebesar Rp2,6 juta dan ongkos garap sebesar Rp1,2 juta.

Namun, tanaman padi yang dapat diklaim gagal panen hanya yang telah berusia minimal satu bulan.

"Bukan yang baru tanam atau baru tumbuh kemudian terkena bencana kekeringan, lalu mau diklaim ganti rugi. Ada pengawas lapangan yang akan melakukan pengecekan untuk memastikan tanaman gagal panen yang layak diberi bantuan ganti rugi," ujarnya.

Bantuan ganti rugi gagal panen khusus padi itu merupakan bagian dari upaya menyukseskan program swasembada pangan di 2014.(*)