Mataram (ANTARA) - Tersangka korupsi kredit fiktif pada Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Nusa Tenggara Barat Cabang Lombok Tengah, yang berperan sebagai pengelola pembukuan keuangan (account officer), mengajukan gugatan praperadilan ke pengadilan.
Hartono, penasihat hukum untuk tersangka berinisial H (60), di Mataram, Rabu, mengatakan pihaknya mengajukan praperadilan dengan tergugat Kejaksaan Negeri Lombok Tengah.
"Kami menggugat pihak kejaksaan karena ada kejanggalan dalam proses penyelidikan sampai pada tahap penyidikan," kata Hartono.
Selain tersangka H yang disebut Hartono tidak mendapat pendampingan selama pemeriksaan pada tahap penyidikan, penyidik kejaksaan juga dinilai tidak melaksanakan prosedur pemeriksaan secara tepat.
"Saat pemeriksaan, penyidik hanya melakukan copy paste keterangan tersangka sebelumnya sebagai saksi. Tidak ada tanya jawab. Hanya diminta menandatangani BAP (berita acara pemeriksaan) yang sudah jadi," ujarnya.
Lebih aneh lagi, kata dia, usai tersangka, yang kini menginjak 60 tahun, tersebut menandatangani berkas pemeriksaan, tiba-tiba muncul pengacara penunjukan dari penyidik kejaksaan. Pengacara tersebut datang dan langsung menandatangani surat BAP.
"Seharusnya kan dari proses pemeriksaan awal, tersangka didampingi penasihat hukum, bukan setelah tersangka menandatangani BAP," ucap dia.
Terkait dengan peran Hartono bersama tim yang kini mendapat kuasa mendampingi tersangka H, pada tahap awal pihaknya menindaklanjuti dengan meminta salinan BAP kepada penyidik.
"Awalnya sempat ditolak, tetapi setelah kami komunikasi mendalam, baru penyidik mau memberikan salinan," katanya.
Hasil pemeriksaan BAP tersangka H ini yang kemudian menjadi dasar Hartono bersama tim mengajukan praperadilan.
"Jadi kami melihat ada kesalahan dan kekeliruan. Itu yang kemudian jadi dasar kami ajukan gugatan praperadilan," ujar Hartono.
Materi lain dalam gugatan, Hartono menyampaikan terkait proses penahanan tersangka H yang dinilai tidak sesuai dengan KUHAP.
Lebih lanjut, Hartono mengatakan bahwa gugatan praperadilan sudah masuk dalam register pendaftaran di Pengadilan Negeri Praya.
"Jumat (1/7), sidang perdana," ucap dia.
Kasus ini ditangani Kejari Lombok Tengah sejak tahun 2019. Dalam dugaannya, muncul oknum pegawai BPR melakukan perjanjian kredit fiktif pada periode tahun 2014-2015. Kabarnya ada 190 nasabah yang muncul dalam perjanjian kredit fiktif tersebut.
Dari rangkaian penyidikan, sekitar 30 saksi telah diperiksa. Mereka yang memberikan keterangan banyak dari kalangan pegawai PD BPR NTB Cabang Lombok Tengah.
Dalam rangkaiannya, pihak kejaksaan juga telah melakukan penggeledahan. Sejumlah dokumen disita dari dua lokasi kantor PD BPR NTB Cabang Lombok Tengah, yakni di wilayah Batukliang dan Mantang.
Berdasarkan hasil audit kerugian negara, ditemukan angka Rp2,3 miliar. Angka tersebut muncul dari hasil audit sistem pengendali internal (SPI) BPR NTB.
Berita Terkait
Pakar ragukan objektivitas Polda NTB di kasus anggota terlibat korupsi
Senin, 5 Juni 2023 15:31
Penyidik mempelajari berkas perkara anggota Polri terlibat kredit fiktif
Selasa, 30 Mei 2023 18:32
Kejari Lombok Tengah mengajukan kasasi terkait putusan banding korupsi BPR
Jumat, 3 Maret 2023 17:13
PN Mataram menerima memori banding perkara korupsi BPR Lombok Tengah
Rabu, 18 Januari 2023 17:21
Jaksa menempuh upaya banding terhadap putusan perkara BPR Lombok Tengah
Kamis, 5 Januari 2023 18:01
Dua terdakwa kredit fiktif BPR Lombok Tengah divonis 2 tahun kurungan
Rabu, 21 Desember 2022 19:27
Penyidik koordinasikan kasus oknum polisi terlibat korupsi di BPR
Jumat, 9 Desember 2022 14:59
Kasus BPR Lombok Tengah melibatkan anggota Polri masuk penyidikan jaksa
Kamis, 24 November 2022 16:50