Mataram, 5/12 (ANTARA) - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Nusa Tenggara Barat mengantisipasi mewabahnya serangan hama ulat bulu pada musim hujan agar tidak mengganggu target produksi.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Nusa Tenggara Barat H Abdul Ma'ad, di Mataram, Senin, mengatakan para petugas pengamat hama dan penyakit (PHP) tanaman pertanian sudah melakukan upaya pengamatan dini di lapangan.
"Semua penyuluh pertanian lapangan dan petugas PHP sudah diminta melakukan pengamatan sedini mungkin sebelum terjadi serangan. Begitu ada gejala serangan, langsung mengambil langkah cepat untuk mengatasinya," ujarnya.
Ia juga sudah berkoordinasi dengan Dinas Pertanian di kabupaten/kota agar membuka mata dan telinga lebar-lebar, sehingga informasi mengenai adanya serangan hama ulat bulu atau organisme pengganggu tanaman (OPT) lain bisa segera ditindaklanjuti.
Tindakan preventif perlu dilakukan untuk mencegah mewabahnya serangan OPT. Jika serangan OPT sudah pada taraf mengkhawatirkan baru dilakukan upaya kuratif.
Pihaknya, lanjut Ma'ad, juga sudah menyediakan cadangan pestisida sebanyak 5.000 liter dan insektisida sekitar 5.000 liter untuk mengatasi serangan OPT termasuk ulat bulu yang bisa saja muncul secara tiba-tiba pada musim hujan.
"Biasanya hama yang sering menyerang tanaman pangan pada musim hujan adalah grayak. Tetapi karena siklus iklim yang tidak menentu, bisa saja hama ulat bulu mewabah. Siklus iklim yang tidak bisa diprediksi bisa berdampak terhadap munculnya hama lain. Tidak seperti biasanya, grayak, tungro dan kresek," ujarnya.
Upaya mengantisipasi serangan ulat bulu, kata dia, perlu dilakukan sejak dini karena NTB, khusus di Pulau Lombok, termasuk salah satu daerah yang mendapat serangan hama ulat bulu pada musim tanam 2010, seperti di provinsi lain di Indonesia.
Beberapa kabupaten di Pulau Lombok yang diserang hama ulat bulu seperti Kabupaten Lombok Timur, Lombok Utara, Lombok Barat dan Kota Mataram.
Hama ulat bulu di Kabupaten Lombok Barat menyerang tanaman kedelai dan jagung, sehingga menurunkan tingkat produksi, namun tidak sampai menyebabkan kerugian dalam jumlah besar.
"Kalau di Kabupaten Lombok Timur, Lombok Utara dan Kota Mataram serangan ditemukan pada pohon besar, bukan pada tanaman pangan, sehingga tidak merugikan," ujarnya.
Ma'ad mengatakan, pihaknya juga terus mengoptimalkan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SL-PTT) sebagai salah satu upaya mengantisipasi kemungkinan meningkatnya serangan OPT pada kondisi iklim yang tidak menentu.
"Hama dan penyakit tanaman ibarat api yang kecil. Kalau dibiarkan dia akan meluas. Jadi harus diwaspadai sejak dini, tidak boleh lengah, apalagi NTB masih berstatus sebagai daerah penyangga produksi padi nasional," ujarnya.
(*)