Pemprov NTB bantu sosialisasi Perda Anak Jalanan di Kota Mataram

id Sosialisasi Perda Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis, Pemprov NTB bantu

Pemprov NTB bantu sosialisasi Perda Anak Jalanan di Kota Mataram

Pemprov NTB membantu Pemkot Mataram menyosialisasikan Perda Nomor 5 Tahun 2012 tentang Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Mataram. (Penanganan Anak Jalanan )

"Kami bantu sosialisasi agar regulasi itu dapat diimplementasikan secara baik dan dipahami semua pihak," kata Kepala Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil (Dinsosdukcapil) Provinsi NTB Bachrudin.
Mataram (Antara Mataram) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) membantu Pemerintah Kota Mataram menyosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2012 tentang Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis.

"Kami bantu sosialisasi agar regulasi itu dapat diimplementasikan secara baik dan dipahami semua pihak," kata Kepala Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil (Dinsosdukcapil) Provinsi NTB Bachrudin, di Mataram, Kamis.

Ia mengatakan, berbagai pihak di Kota Mataram, ibukota Provinsi NTB, harus memahami secara baik perda tersebut, sehingga berbagai upaya dalam penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis, didukung semua pihak.

Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi NTB pun merasa berkewajiban membantu menyosialisasikan regulasi tersebut, melalui Dinsosdukcapil Provinsi NTB.

"Terkait perda itu kami selalu berkoordinasi dengan pejabat terkait di Dinas Sosial Kota Mataram, dan kami selalu siap memfasilitasi berbagai hal yang dibutuhkan sesuai kemampuan," ujarnya.

Menurut Bachrudin, regulasi tentang penanggulangan anak jalanan, gelandangan dan pengemis itu sangat dibutuhkan karena jumlah gelandangan dan pengemis di berbagai lokasi strategis di Kota Mataram, semakin bertambah.

Bahkan, kalangan anak-anak diikutsertakan dalam aksi mengemis di berbagai lokasi strategis.

Penanggulangan anak jalanan, gelandangan dan pengemis itu bertujuan mencegah dan mengantisipasi bertambah suburnya komunitas tersebut, mencegah penyalagunaan komunitas anak jalanan, gelandangan dan pengemis dari eksploitasi pihak-pihak tertentu.

Selain itu, mendidik komunitas anak jalanan, gelandangan dan pengemis agar dapat hidup secara layak dan normal sebagaimana kehidupan masyarakat umumnya, dan memberdayakan mereka untuk dapat hidup mandiri secara ekonomi dan sosial.

"Tentu, juga bertujuan meningkatkan peran serta dan kesadaran pemerintah daerah, dunia usaha dan elemen masyarakat lainnya untuk berpartisipasi dalam penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis," ujarnya.

Hanya saja, kata Bachrudin, penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis itu, harus dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah Kota dengan melibatkan dunia usaha dan elemen masyarakat lainnya, dan pelaksanaannya secara terpadu melalui usaha preventif, Represif dan rehabilitatif.

Usaha preventif antara lain berupa penyuluhan dan bimbingan sosial, pembinaan sosial, bantuan sosial, perluasan kesempatan kerja, pemukiman lokal, peningkatan derajat kesehatan, dan/atau peningkatan pendidikan.

Usaha Represif meliputi penertiban dan pendampingan, penampungan sementara untuk diseleksi, dan/atau pengembalian ke keluarga dan masyarakat.

Kegiatan seleksi dimaksudkan untuk kualifikasi para anak jalanan, gelandangan dan pengemis sebagai dasar dalam menetapkan tindakan selanjutnya seperti dilepaskan dengan syarat, dimasukkan dalam panti sosial, dikembalikan kepada orang tua/wali/keluarga/ kampung halamannya, diserahkan ke pengadilan, dan diberikan pelayanan kesehatan.

Sedangkan usaha rehabilitatif meliputi, usaha penampungan, usaha seleksi, usaha penyantunan, usaha penyaluran, dan usaha tindak lanjut.

"Tentunya pemerintah daerah juga berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraaan penanggulangan anak jalanan, gelandangan dan pengemis, guna mencegah meluasnya pengaruh sebagai akibat adanya pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat, selain mengharapkan partisipasi masyarakat," ujarnya.

Bachrudin juga mengungkapkan adanya dukungan Pemprov NTB terhadap Pemkot Mataram yang tengah menggodok rancangan perda (raperda) tentang penyelenggaran kesejahteraan sosisal.

Raperda itu akan diintegrasikan dengan Perda Nomor 5 tahun 2012 tentang Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Mataram.

"Jika ada larangan melakukan kegiatan penggelandangan dan/atau pengemisan, baik berkelompok atau perorangan atau dengan cara apapun mempengaruhi untuk menimbulkan perasaan belas kasihan orang lain, maka harus ada program penyelenggaraan kesejahteraan sosial," ujar Bachrudin.

Demikian pula, larangan mengkoordinir, mengeksploitasi atau menjadikan annak jalanan, gelandangan dan pengemis sebagai alat untuk menjadi keuntungan bagi kepentingan diri sendiri, orang lain ataupun kelompok lain.

Apalagi, sanksinya jelas yakni barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 12 dan Pasal 18, Perda Nomor 5 Tahun 2012 itu, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp50 juta. (*)