Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat akan menutup kran masuk alias menolak beras impor ke wilayah itu seiring rencana pemerintah yang akan mengimpor dua juta ton beras.
"Kita berkomitmen tidak menerima beras impor masuk ke NTB," kata Kepala Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB, Fathul Gani di Mataram, Selasa.
Ia mengakui jika rencana kehadiran beras impor dua juta ton hingga akhir Desember 2023 diberikan ke NTB, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap harga beras petani lokal di NTB.
"Saat ini petani sedang menikmati harga yang baik meski di satu sisi masyarakat mengeluhkan kenaikan harga beras itu. Tapi kita harus maklumi karena biaya produksi meningkat baik harga pupuk, saprodi dan lain sebagainya," terangnya.
Menurut dia, saat ini nilai tukar petani (NTP) NTB tinggi secara nasional sebesar 110,43 atau naik 2,27 persen. Oleh karena itu, kondisi ini harus terus dijaga.
"Kita tidak akan mengirim surat khusus ke pusat untuk menolak masuknya beras impor. Tapi kalau itu masuk kita harap harga gabah kering giling tidak anjlok. Ini yang kita tidak inginkan," ujarnya.
Fathul Gani menegaskan Pemprov NTB menargetkan gabah kering giling (GKG) 1,4 juta ton sampai 1,5 juta ton hingga akhir 2023.
"Maret dan April ini kita ada panen raya. Diperkirakan 880 ribu ton gabah kering giling kalau setara berada di angka 500 ribu ton. Kita akan surplus beras," katanya.