Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendorong pemerintahan sekarang untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset sebagai upaya pencegahan korupsi agar lebih maksimal.
“Agar kasus korupsi tidak meningkat terus, di akhir jabatan Presiden Joko Widodo untuk memperbaikinya dengan cara mengesahkan undang-undang perampasan aset,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
MAKI mengamini laporan Indonesia Corupption Watch (ICW) terkait tren kasus korupsi yang meningkat dari tahun ke tahun, selama lima tahun terakhir. Menurut Boyamin, kasus korupsi justru meningkat dari delapan tahun terakhir.
"Saya berani mengatakan itu. Justru delapan tahun terakhir sudah meningkat (kasus korupsi)," ucapnya.
Mestinya, kata Boyamin, data ICW tersebut menjadi cerminan dan jadi bahan untuk pemerintah sekarang yang memasuki masa akhir jabatannya, dan meninggalkan kebijakan pencegahan korupsi yang kuat.
Selain mengesahkan RUU Perampasan Aset, kata dia, pemerintah juga dapat memperbaiki upaya pencegahan korupsi dengan mencabut revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak mentaati putusan MK terkait tindak pidana korupsi dan undang-undang berkaitan dengan kementerian.
MAKI berharap pemerintahan sekarang meninggalkan atau meningkatkan kebijakan yang bagus terkait pemberantasan korupsi.
"Kalau tidak ya sudah, pemerintahan ke depan akan semakin sulit untuk menegakkan hukum dan membersihkan negara dari korupsi, baik dari penegakan hukum maupun pencegahan," tutur Boyamin.
Boyamin menambahkan, laporan ICW hendaknya menjadi rujukan bagi pemerintah sekarang maupun pemerintahan yang akan datang. ICW merilis laporan hasil pemantauan tren korupsi tahun 2023, di mana jumlah kasus korupsi meningkat di banding tahun-tahun sebelumnya.
Baca juga: UU Perampasan Aset dan BLBI Jadi PR Prabowo-Gibran
Baca juga: RUU Perampasan Aset perlu segera disahkan
Berdasarkan rilis ICW, kasus korupsi tahun 2019 sebanyak 271 kasus dengan 580 tersangka; tahun 2020 sebanyak 444 kasus dengan 875 tersangka; tahun 2021 sebanyak 533 kasus dengan 1.173 tersangka; tahun 2022 579 kasus dengan 1.396 tersangka.
Pada tahun 2023, terjadi lonjakan kasus korupsi yang tercatat 791 kasus dengan 1.695 tersangka. Menurut ICW, penyebab meningkatnya kasus korupsi karena dua faktor, yakni tidak optimal-nya strategi pemberantasan korupsi oleh pemerintah melalui penindakan yang dilakukan aparat penegak hukum. Dan, strategi pencegahan korupsi belum berjalan maksimal.