Menghindari Kampanye Hitam

id KAMPANYE HITAM

Menghindari Kampanye Hitam

Ilustrasi, Tolak Kampaanye Hitam.

Sejatinya untuk mewujudkan pilkada yang bermartabat, kampanye hitam, ujaran kebencian, berita hoax dan cara-cara negatif yang merusak tatanan demokrasi harus dihindari
Mataram (Antaranews.com) - Konstelasi politik menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak kini kian memanas, tak terkecuali di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Masing-masing pasangan bakal calon merancang strategi jitu untuk meraih dukungan masyarakat agar dapat memenangi pesta demokrasi lima tahunan itu.

Kontestasi politik di "Bumi Gora" tak hanya diwarnai "perang" baliho yang dipasang lokasi-lokasi strategis dan adu visi misi melalui media massa, termasuk media sosial.

Menjelang pilkada serentak, yakni Pemilihan Gubernur, bupati dan wali kota wali kota di NTB, kontestasi politik mulai dirasuki "penyakit" kampanye hitam.

Anggota Badan Bantuan Hukum dan Advokasi DPP PDI Perjuangan Sirra Prayuna mengendus fenomena kampanye hitam yang berdampak terhadap kemunduran kualitas demokrasi.

Ia mengaku miris atas merebaknya kecenderungan respons publik dalam memformulasikan dukungan kontestasinya, melalui ujaran kebencian, fitnah, hoax, rasis, politik primordial dan politik identitas dalam pilkada serentak, baik gubernur, bupati dan wali kota di NTB.

Pengacara kelahiran Kota Mataram ini mengatakan tanpa disadari, pola kampanye hitam sesungguhnya telah menuntun ke arah kemunduran berdemokrasi. Kampanye hitam, ikut berkontribusi meruntuhkan demokrasi dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat.

Menurut pengacara kondang ini secara normatif esensi pilkada adalah sebagai perwujudan demokrasi dari, oleh dan untuk rakyat.

Momentum piklada ini saatnya rakyat untuk memilih calon pemimpin terbaik yang mampu mengantarkan daerahnya maju adil makmur dan sejahtera.

Namun Sirra Prayuna menyayangkan antusiasme kontestasi elektoral saat ini belum dapat diartikulasikan secara bijaksana dengan visi misi yang kaya gagasan.

Menurut dia, yang muncul justru gambaran ekspresi dukungan para simpatisan di ruang publik yang artikulasi diskursusnya kerap ditemukan bermuatan negatif.

Karenanya, ia menegaskan nalar sehat demokrasi elektoral sepertinya lumpuh terkena pengaruh virus "zaman now" yang kaya akan teknologi digital.

Tak dapat disangkal era digital memang tak mengenal batas ruang dan waktu dalam berekspresi. Satu kali pencet ribuan viral menebar ke seantero jagad bak virus melumpuhkan, bahkan mematikan.

Selain itu, kata Sirra, "dokter moral" ternyata belum ampuh dalam mematikan virus ini. Demikian juga regulasi UU ITE belum mampu membuat para penebar takut atas ancaman hukuman pidananya yang relatif tinggi.

Untuk itu, kata dia, tak ada jalan lain untuk melumpuhkan virus "zaman now" ini dalam rangka memulihkan kembali psikologi sosial masyarakat dan kontestan, yakni dengan menindak tegas pelaku berdasarkan aturan hukum yang berlaku.

Dalam kaitan itu ia minta, penyelenggara pemilu, mulai Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemili (Bawaslu) dan sentra penegangan hukum terpadu (gagumdu) serta aparat penegak hukum harus tegas bertindak terhadap kasus kampanye hitam di Pilkada ini.

Bahkan, yang utama, menurut dia, konstituen harus mampu menggunakan nalar yang sehat dalam kontestasi pilkada, sehingga apa yang diyakini dapat diperjuangkan dengan benar dan bermartabat oleh pasangan calon dapat diwujudkan.

Untuk mengantisipasi kian merebaknya kampanye hitam melalui media massa dan jejaring sosial, aparat Kepolisian Daerah (Polda) NTB memantau seluruh aktivitas di media sosial untuk mencegah munculnya kampanye hitam dalam momentum Pilkada serentak 2018.



Cyber Troops

Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB AKBP I Gusti Putu Gede Ekawana mengatakan kegiatan pemantauan telah dilaksanakan oleh Polri dengan menugaskan "cyber troops" untuk menggalakkan "cyber patrol" di dunia maya.

Dia mengatakan segala ujaran kebencian, berita hoax, dan kegiatan kampanye hitam itu menjadi tugas dari timnya, karenanya akun-akun di media sosial itu juga akan terus dipantau.

Dalam kegiatan pencegahan dan penindakan ini, katanya, "cyber troops" telah berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) NTB.

Ketika muncul indikasi pelanggaran, kata dia, timnya akan mengambil tindakan.

Ungkapan senada juga yang disampaikan Ketua Bawaslu NTB Muhammad Khuwailid.

Dia mengatakan bahwa koordinasi telah dilaksanakan dengan Polda NTB untuk memantau segala aktivitas di dunia maya yang berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada serentak 2018 di wilayahnya.

Bahkan dalam aturan terbarunya, setiap pasangan calon kepala daerah yang memiliki akun media sosial, diminta untuk mendaftarkan ke Bawaslu NTB. Tentunya yang didaftarkan adalah akun resmi dari pasangan calon kepala daerah.

Pilkada serentak 2018 digelar di 171 wilayah, termasuk 17 pemilihan gubernur (pilgub). Khusus Pilkada di NTB akan digelar Pemilihan Gubernur NTB, Bupati Lombok Barat, Bupati Lombok Timur dan Wali Kota Bima.

Semua pihak mengharapkan pilkada serentak berjalan aman dan lancar, tak terkecuali Mendagri Tjahjo Kumolo

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo berpesan untuk melawan kampanye hitam dalam Pilkada serentak 2018, dan mengharapkan ada sanksi tegas kepada para pelakunya, terutama yang menyebarkan isu suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA).

Ia meminta semua pihak melawan kampanye yang berujar kebencian, apalagi yang menyangkut fitnah, SARA dan itu harus dilawan dan ditindak tegas.

Dia mengatakan saat Pilkada serentak 2018, semua calon harus mengedepankan program maupun konsep dan gagasan ketika ingin menjadi penguasa nantinya.

Dia menerangkan tentu tidak dibenarkan ketika tahapan kampanye nanti mereka menggunakan kampanye hitam untuk meraup suara, dan ketika diketahui maka seharusnya tidak boleh melanjutkan lagi.

Tjahjo Kumolo mengatakan kampanye itu harus mengadu program, konsep dan gagasan, jangan fitnah, ujaran kebencian dan politik uang yang digunakan.

Mendagri menyoroti adanya politik uang yang kerap terjadi. Untuk itu harus ada sanksi tegas ketika para calon Kepala daerah, Presiden dan DPR yang menggunakannya.

Ia menergaskan kalau ketahuan menggunakan politik uang dan tertangkap tangan, maka calon itu harus didiskulifikasi.

Pilkada dikatakan sukses, menurut dia, apabila tingkat partisipasi masyarakatnya tinggi dan tahun lalu tingkat partisipasi sudah 74 persen dan untuk itu harus ditingkatkan lagi.

Sejatinya untuk mewujudkan pilkada yang bermartabat, kampanye hitam, ujaran kebencian, berita hoax dan cara-cara negatif yang merusak tatanan demokrasi harus dihindari. (*)