OJK menargetkan peraturan innovative credit scoring selesai akhir 2024

id OJK,Otoritas Jasa Keuangan,innovative credit scoring

OJK menargetkan peraturan innovative credit scoring selesai akhir 2024

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hasan Fawzi (tengah) berbicara kepada media dalam peluncuran Bulan Fintech Nasional (BFN) dan The 6th Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2024. (ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak)

Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan peraturan terkait innovative credit scoring (ICS) selesai pada akhir 2024 agar menjadi payung hukum yang mengatur perizinan serta kelembagaan institusi pemberi layanan pemeringkatan kredit alternatif.

“Ya, sudah final, sudah kita dorong diharmonisasi ke KUM (Kementerian Hukum) juga. Kita sih maunya sebulan dari sekarang paling lambat. Jadi per akhir tahun ini ya,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hasan Fawzi di Jakarta, Senin.

Hal tersebut disampaikan Hasan kepada awak media usai acara peluncuran Bulan Fintech Nasional (BFN) dan The 6th Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2024.

Secara umum credit scoring merupakan cara mengklasifikasikan individu berdasarkan observasi perilaku pembayaran kembali atas pinjaman untuk menentukan kemungkinan gagal bayar sebagai dasar pertimbangan dalam menyalurkan dana kredit.

Dengan demikian, Hasan menuturkan ICS berperan dalam meningkatkan akses pendanaan kepada individu dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Dengan demikian, kehadiran ICS diharapkan membawa sejumlah peluang signifikan dalam meningkatkan akses pendanaan bagi masyarakat yang sebelumnya terpinggirkan dari sistem keuangan konvensional.

Dengan memanfaatkan teknologi Big Data dan Machine Learning, ICS memungkinkan lembaga keuangan untuk memberikan akses kredit kepada kelompok unbanked dan underbanked dengan cara yang lebih efisien dan tepat serta jangkauan lebih luas. Analisis yang lebih komprehensif terhadap data alternatif dan perilaku keuangan individu juga membuka peluang untuk inovasi produk keuangan yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar.

Baca juga: Literasi keuangan digital cegah masyarakat dari pinjol ilegal

Adapun ICS menekankan pada penggunaan teknologi Big Data dan Machine Learning untuk menganalisis kemampuan membayar calon debitur secara dinamis dan menggunakan sumber data alternatif, misalnya data telekomunikasi dan media sosial sebagai salah satu dasar penentuan penilaian.

Hasan mengatakan saat ini sudah ada empat penyelenggara layanan ICS yang telah terdaftar, sementara ada 10 penyelenggara layanan ICS lain yang berada dalam pipeline pendaftaran.

“Jadi sudah lulus, sudah jalan, yang sekarang terdaftar sudah ada empat, dan di pipeline pendaftaran ada sepuluh lainnya. Nah mereka ini pada saatnya akan mendapatkan persetujuan tanda terdaftar dari OJK,” ujarnya.

Baca juga: OJK membahas kerjasama pelindungan konsumen dengan Korsel dan Hong Kong

Scoring dari ICS dapat digunakan sebagai pertimbangan dari para pemberi pinjaman (lender), bank, multi finance, fintech lending, dan lembaga pembiayaan lainnya untuk menyetujui permohonan kredit dari segmen perorangan, UMKM, atau pelaku-pelaku bisnis yang semula tidak dianggap layak menerima pinjaman, sekarang menjadi punya credit scoring untuk layak.

ICS berbeda dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). SLIK merupakan sebuah catatan atas informasi terkait riwayat debitur bank maupun lembaga keuangan lainnya, berupa informasi mengenai lancar atau tidak pembayaran atas pinjaman kredit debitur.

SLIK menggunakan data historis kredit dari perbankan dan seluruh lembaga penyedia pembiayaan lainnya dan dilaporkan secara rutin ke OJK.