Setelah itu, akan ada masa tenang selama tiga hari sebelum pemungutan suara pada 27 November. Hari-hari ini sangat menentukan bagi paslon yang berupaya memenangkan kontestasi politik daerah kali ini.
Pilkada ini diselenggarakan berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024.
Jumlah daerah yang melaksanakan Pilkada Serentak 2024, sebanyak 545 daerah di Indonesia. Jumlah daerah tersebut terdiri atas 37 pilkada tingkat provinsi (gubernur dan wakil gubernur) serta 415 tingkat kabupaten (bupati dan wakil bupati)
Selain itu, terdapat pilkada di 93 kota untuk memilih wali kota dan wakil wali kota. Di wilayah sebanyak itulah hiruk-pikuk pilkada sedang berlangsung dengan segala dinamikanya.
Seluruh proses dan tahapan pilkada tersebut akan mencapai puncaknya pada 27 November mendatang. Selanjutnya pada 27 November hingga 16 Desember 2024 merupakan tahap penghitungan suara dan rekapitulasi penghitungan suara.
DKI Jakarta merupakan salah satu dari 37 provinsi yang menyelenggarakan pilkada. Berbeda dengan di berbagai daerah, pilkada di Jakarta hanya untuk memilih gubernur dan wakil gubernur.
Di daerah lain (kecuali DIY) umumnya menyelenggarakan pilkada serentak untuk memilih gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati serta wali kota/wakil wali kota untuk periode masa jabatan lima tahun ke depan. Para paslon berikut perangkat tim suksesnya sedang berjibaku untuk menjadi pemenang.
Pilkada terakhir
Pilkada di Jakarta kali ini merupakan momentum terakhir sebagai Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) seiring dengan perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur. Seiring pula kota metropolitan ini melangkah untuk menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
KPU DKI Jakarta telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada 2024 sebanyak 8.214.007 pemilih. Jumlah itu terdiri pemilih laki-laki di DKI Jakarta sejumlah 4.048.811 dan perempuan 4.165.196.
Kemudian, jumlah TPS ada 14.835. Dari jumlah DPT sebanyak itu terdapat sekitar 138.000 pemilih pemula dalam pilkada ini.
KPU DKI Jakarta juga telah menetapkan tiga paslon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta maju dalam pilkada DKI Jakarta pada Minggu (22/9). Kemudian dilakukan pengundian nomor urut pada Senin (23/9).
Ketiga paslon tersebut berikut nomor urut hasil undiannya adalah Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) nomor urut 1, Dharma Pongrekun-Kun Wardana (Dharma-Kun) dari independen nomor urut 2 serta Pramono Anung-Rano Karno (Pram-Doel) nomor urut 3.
Ketiga paslon itu telah menyampaikan visi-misinya kepada KPU dan juga menyampaikan kepada publik. Forum debat calon yang diselenggarakan tiga kali merupakan momentum penting bagi mereka untuk menjelaskannya kepada publik.
Visi-misi dalam pilkada merupakan "garis-garis besar haluan kampanye" setiap paslon yang. Ia adalah buku pedoman untuk mencermati apa yang akan dilakukan setiap paslon di Jakarta lima tahun ke depan.
Pada saat itulah publik mendapatkan kesempatan yang luas untuk menguliknya lebih dalam atau lebih rinci. Kemudian mencermati aktivitas dan pernyataan-pernyataan paslon terkait masalah-masalah aktual di wilayah atau persoalan setempat.
Di sisa waktu untuk berkampanye, tampaknya publik perlu semakin intensif mencermati dan mengkritisi program serta visi-misi paslon kepala daerahnya sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan.
Jangan lewatkan kesempatan terbaik ini agar kepala daerah mendatang adalah orang-orang yang benar-benar paham masalah dan tahu bagaimana menyelesaikan masalah di daerahnya, bukan justru menjadi bagian dari masalah di daerahnya.
Dalam pertemuan warga dengan calon kepala daerah tentu ada dialog atau diskusi-diskusi. Juga penyampaian aspirasi dari masyarakat di daerah atau wilayah yang dikunjungi.
Kontrak politik
Dalam konteks inilah, warga sebagai pemegang hak pilih perlu meminta penegasan dari calon kepala daerah mengenai persoalan yang dihadapi. Bahkan warga perlu menyodorkan kontrak politik kepada calon kepala daerahnya sebagai pengingat dan pengikat janji yang harus ditepati kelak jika terpilih.
Hal itu karena dari beragam kesempatan selama hampir dua bulan kampanye, calon kepala daerah terlihat lebih banyak menyampaikan kata "akan", "bakal" atau "berkomitmen". Pada konteks inilah, tak ada salahnya calon kepala daerah disodori kontrak politik kemudian menandatanganinya.
Di sisa waktu menjelang akhir masa kampanye, calon kepala daerah juga dihadapkan pada tantangan besar untuk bisa meraih lebih banyak dukungan suara. Kontrak politik akan menguatkan keyakinan warga untuk menjatuhkan pilihan kepada calon tersebut.
Dalam bahasa yang berbeda bisa dikatakan bahwa kontrak politik itu sebagai jaminan atau garansi bagi warga terkait penuntasan persoalan yang dihadapi warga di wilayahnya. Di sisi lain, calon kepala daerah juga memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan karena ada kontak politiknya.
Hal itu akan menambah bobot kampanye yang selama ini masih berkutat pada janji gelondongan berupa kata "akan", "bakal" dan "berkomitmen". Sebenarnya kata-kata seperti itu teramat umum dan perulangan dari pilkada ke pilkada dan dari panggung ke panggung kampanye atau dari pertemuan ke pertemuan dengan warga.
Apalagi yang dijanjikan atau menjadi komitmen itu sudah diatur di konstitusi maupun undang-undang yang siapa pun menjadi pemimpin di daerah harus melaksanakan program pembangunan di segala bidang. Walaupun hal itu tidak salah tetapi setiap calon kepala daerah perlu menjadikan ajang kampanye pilkada dengan ide atau gagasan yang fokus pada persoalan setempat yang disertai kontrak politik.
Baca juga: Dukungan Prabowo pada paslon pilkada sebagai ketum parpol bukan presiden
Hal lain yang perlu menjadi perhatian paslon kepala daerah dalam meraih suara adalah berbagi ilmu dan pengalaman. Ini karena setiap individu calon kepala daerah adalah orang-orang yang punya beragam profesi dan talenta.
Yang berlatar belakang pengusaha sebaiknya jangan pelit berbagi ilmu dan pengalaman bagaimana mengelola usaha. Apalagi membesarkan usaha kecil menjadi besar adalah impian semua pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan Indonesia sangat kekurangan pelaku usaha (entrepreneur).
Begitu juga paslon yang berlatar belakang arsitek bisa berbagi ilmu dan pengalaman mengenai konstruksi yang tahan gempa. Apalagi masyarakat Jakarta sedang harap-harap cemas terkait isu megathrust.
Calon yang berlatar belakang aparat keamanan harus mau berbagi ilmu dan pengalaman bagaimana menjaga keamanan dan ketertiban wilayah. Calon tersebut diharapkan memberi solusi konkret terhadap masalah tawuran, mengingat kebijakan sebelumnya, seperti mencabut KJP Plus dan KJMU bagi pelajar yang terlibat, belum sepenuhnya efektif.
Sementara itu, untuk mengatasi kemacetan kronis di Jakarta, kebijakan perlu lebih tegas, seperti penggratisan transportasi umum TransJakarta, MRT, LRT dan JakLingko dan menaikkan pajak serta parkir kendaraan pribadi.
Calon dari kalangan seni dapat mengusulkan gagasan yang memperkenalkan budaya Betawi, misalnya dengan replika ondel-ondel di pintu masuk gedung dan pusat perbelanjaan.
Baca juga: Rohmi-Firin perjuangkan penghapusan utang petani di NTB
Bagi paslon yang berpengalaman di bidang pertanian, mereka bisa mendorong urban farming dan pelatihan budidaya ikan lele dalam ember (budikdamber) guna mendukung ketahanan pangan di lahan terbatas.
Calon dengan pengalaman birokrasi perlu berkomitmen menjadikan birokrasi Jakarta bersih dari korupsi dan pungli.
Mereka dapat menandatangani pakta integritas dan kontrak politik dengan janji antikorupsi, seperti berjanji "berenang di Ciliwung"atau "akan mengelilingi Monas sepuluh kali jika terlibat korupsi" dan sebagainya.
Dengan pakta integritas, kontrak politik dan pembobotan serta kreativitas kampanye di sisa waktu sebelum hari tenang dan pemungutan suara akan menjadikan pilkada ini lebih bermakna bagi masyarakat dan demokrasi, di samping membuka ketertarikan kepada paslon tertentu. Tujuannya agar kampanye pilkada tak hanya diwarnai janji-janji gelondongan.