Mataram (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Asosiasi Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Indonesia Julmansyah resmi dilantik sebagai Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) Kementerian Kehutanan (Kemenhut) di Jakarta, Kamis.
"Tugas baru ini tentu tidak mudah, apalagi dengan intensitas konflik tenurial yang muncul hampir di semua sisi kawasan hutan," ujarnya saat dihubungi di Mataram, Jumat.
Julmansyah yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini mengatakan seluruh hutan di Indonesia sudah terbagi dalam tapak-tapak KPH, baik KPH Lindung, KPH Produksi, dan KPH Konservasi.
Baca juga: DLHK NTB pertemukan pelaku perhutanan sosial dengan empat industri
KPH Lindung menjadi kewenangan pemerintah provinsi, sedangkan KPH Konservasi berada dalam kewenangan pemerintah pusat. Adapun saat ini jumlah KPH Produksi maupun Lindung di Indonesia mencapai hampir 500 unit KPH di bawah pemerintah provinsi.
"Ke depan pelibatan penyelesaian konflik tenurial harus melibatkan organisasi tingkat tapak (KPH)," kata Julmansyah.
Lebih lanjut dia menyampaikan Kementerian Kehutanan bakal melakukan pengelompokan persoalan konflik tenurial, sehingga ada prioritas penanganan yang akan dibagi beban dengan unit kerja yang ada pada tingkat tapak.
Baca juga: Gunung sampah NTB berubah menjadi taman wisata edukasi
Pembagian unit kerja itu dilakukan baik pada Unit Pelaksana Tugas (UPT) Kemenhut, UPT Provinsi maupun organisasi perangkat daerah.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya pada 3 Januari 2025 Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni bertemu dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil membahas kolaborasi strategis dalam pengelolaan hutan adat di Indonesia.
Menteri Kehutanan menginstruksikan pembentukan Satuan Tugas Hutan Adat guna meningkatkan koordinasi untuk menyelesaikan berbagai persoalan kehutanan di Indonesia.
Baca juga: NTB meraih Adi Niti 2024 berkat penerapan standardisasi lingkungan
Berdasarkan data Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Indonesia memiliki 5 juta hektare wilayah yang perlu segera diverifikasi dan ditetapkan sebagai hutan adat.
Pengakuan pemerintah terhadap hutan adat tak hanya mendukung pelestarian lingkungan melalui kearifan lokal, namun juga membuka peluang signifikan bagi masyarakat adat, penyediaan pangan lokal, termasuk pengembangan agroforestri untuk ketahanan pangan dan energi.
Baca juga: DLHK NTB meminta warga melapor petugas terlibat ilegal logging