Kementerian LHK bangun KPH untuk mengurangi kemiskinan

id Kementerian LHK,KPH Rinjani Barat,KPH Batu Lanteh

Kementerian LHK bangun KPH untuk mengurangi kemiskinan

Para peserta workshop pengembangan kebijakan pada tingkat masyarakat di KPH yang digelar Kementerian LHK di Mataram, NTB. (Foto Antaranews NTB/ist)

Harapan kami dengan program FIP tersebut, sebanyak 10 KPH yang dibangun bisa menjadi mandiri
Mataram (Antaranews NTB) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memfasilitasi pembangunan 10 kesatuan pengelolaan hutan (KPH) di beberapa provinsi sebagai salah satu implementasi program Perhutanan Sosial yang bertujuan mengurangi angka kemiskinan di sekitar kawasan hutan.

    Direktur Rencana, Penggunaan dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan, Kementerian LHK Kustanta Budi Prihatno, di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Jumat, menyebutkan anggaran pembangunan 10 KPH yang masuk dalam "Forest Investment Program" tersebut mencapai 22 juta dolar Amerika Serikat untuk jangka waktu lima tahun.

    "Anggarannya bersumber dari dana hibah luar negeri yang masuk melalui APBN," kata Kustanta, usai membuka workshop pengembangan kebijakan pada tingkat masyarakat di KPH.

    Ia menyebutkan sebanyak 10 KPH yang dibangun sejak 2017 adalah KPH Panyabungan, KPH Tasik Besar Serkap, KPH Unit VII Limau Sarolangun, KPH XII Lakitan Bukit Bukit Cogong, dan KPH Dampelas Tinombo.

    Selain itu, KPH Dolago Tanggunung, KPH Tanah Laut, KPH Kendilo. Khusus di NTB, yakni KPH Rinjani Barat di Pulau Lombok, dan KPH Batu Lanteh di Kabupaten Sumbawa, Pulau Sumbawa.

    Menurut Kustanta, masing-masing KPH memperoleh anggaran yang berbeda-beda, tergantung kondisi dan programnya. Namun, rata-rata Rp1 miliar per tahun untuk masing-masing KPH.

    "Dengan anggaran tersebut, kami merancang berbagai kebijakan untuk mengakselerasi pembangunan KPH dan memfasilitasi program peningkatan kapasitas sumber daya manusia pengelola KPH," ujarnya.

    Lebih lanjut, Kusnanta menambahkan dengan diberikannya akses pengelolaan kawasan hutan bisa menjadi ruang bagi masyarakat untuk memperoleh manfaat tanpa harus merusak fungsi utama hutan.

    Masyarakat yang menjadi mitra KPH bisa mengelola kawasan hutan dengan sistem silvopastura atau menggabungkan kegiatan kehutanan dengan peternakan. Selain itu, bisa juga menggabungkan kegiatan kehutanan dengan perikanan atau disebut silvofishery.

    "Harapan kami dengan program FIP tersebut, sebanyak 10 KPH yang dibangun bisa menjadi mandiri. Dalam artian masyarakat bisa mengelola hutan sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan dan hutan tetap lestari," katanya.

    Workshop pengembangan kebijakan pada tingkat masyarakat di KPH yang digelar di Mataram, tersebut diikuti 100 peserta. Mereka berasal dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB, perwakilan dari 10 KPH, kelompok tani dan kepala desa dari KPH Rinjani Barat, dan KPH Batu Lanteh. (*)