Mataram, 12/1 (ANTARA) - TNI Angkatan Udara (AU) tetap mengerahkan beragam pesawat untuk memantau perkembangan di perairan blok Ambalat, Kalimantan Timur, meski tidak ada indikasi pelanggaran kewilayahan.
"Pemantauan Ambalat merupakan tugas rutin yang dibebankan Mabes TNI kepada Koopsau (Komando Operasional Angkatan Udara) sepanjang tahun, dan kami kerahkan beragam pesawat untuk tugas pengintaian itu," kata Panglima Koopsau (Pangkoopsau) II Marsekal Muda (Marsda) TNI Yushan Sayuti, di Mataram, Selasa.
Ia mengemukakan hal itu ketika dikonfirmasi tentang perkembangan pengawasan blok Ambalat, usai memimpin acara serah terima jabatan Danlanud Rembiga.
Sayuti mengatakan, secara rutin pihaknya terus melaksanakan patroli dan pengamanan di kawasan Ambalat sebagai operasi udara yang berkelanjutan sepanjang tahun.
Pesawat yang dilibatkan dalam operasi Ambalat meliputi pesawat Boeing 737 dan Sukhoi Su-27/30 MK yang selalu "stanby on call" siaga terbang) di Lanud Sultan Hasanudin, Makassar.
"Boeing 737 dan Sukhoi dikerahkan dari Lanud Hasanudin, sementara pesawat tempur F16 atau F5 dikerahkan dari Balikpapan," ujarnya.
Menurut Sayuti, pesawat-pesawat tempur Sukhoi buatan Rusia itu disiagakan di Skadron Udara 11 Lanud Hasanuddin Makassar.
Empat dari 16 pesawat tempur Sukhoi itu terdiri atas dua jenis SU-27 (satu awak) dan dua SU-30 (dua awak) yang sudah dilengkapi persenjataan canggih seperti peralatan bombing (pembom), roket dan stroffing (peluru tajam).
Konflik di Ambalat ini terjadi menyusul klaim Malaysia atas wilayah itu.
Malaysia melalui perusahaan migasnya, Petronas, pada 16 Februari lalu telah memberikan konsesi blok kaya migas itu kepada The Royal Dutch/Shell Group (perusahaan patungan Inggris-Belanda).
Berdasarkan data Ditjen Migas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, kawasan Ambalat mempunyai kandungan minyak yang sangat besar, diperkirakan mencapai 700 juta hingga satu miliar barel, sementara kandungan gasnya diperkirakan lebih dari 40 triliun kaki kubik (TCF).
Klaim pihak Malaysia itu ditolak mentah-mentah oleh Pemerintah Indonesia yang merasa lebih dulu menguasai wilayah itu, apalagi sebelumnya Indonesia juga telah memberikan konsesi pengelolaan migas blok Ambalat kepada perusahaan Italia, ENI, serta Blok East Ambalat bagi perusahaan Amerika Serikat (AS) Unocal.
Kasus tersebut sempat menimbulkan kekhawatiran berbagai pihak karena kedua belah pihak sempat mengerahkan kekuatan angkatan bersenjata di kawasan sengketa. (*)