Ini dua langkah strategis atasi persoalan Jiwasraya
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi menilai setidaknya dua langkah penting yang perlu dilakukan dalam mengatasi persoalan Jiwasraya, badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di industri asuransi jiwa.
"Pertama, pemeriksaan secara hukum terhadap pihak-pihak yang menyebabkan masalah di Jiwasraya," ujar Fathan Subchi dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu.
Ia mengatakan kasus Jiwasraya yang telah ditangani oleh penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Juni silam, kini sudah diserahkan kepada penyidik di Gedung Bundar atau Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung. Terdapat 89 orang saksi diperiksa.
Ia mengingatkan semua pihak yang menyebabkan skandal Jiwasraya terjadi harus diperiksa.
"Yang dimintai tanggung jawab bukan hanya direksi dan komisaris lama, tapi juga para pemain di pasar modal yang terlibat, dan siapa pejabat Otoritas Jasa Keuangan yang mengawasi pada waktu itu," katanya.
Langkah kedua, kata Fathan, yakni jalan keluar untuk memberi perlindungan kepada para pemegang polis.
Ia mengemukakan, selain gagal melaksanakan kewajibannya yang membuat para pemegang polis dirugikan, negara juga dirugikan dengan perkiraan awal sebesar Rp13,70 triliun.
Fathan menilai, skema penyelamatan yang dilakukan Kementerian BUMN sebenarnya sudah sangat positif. Selain menarik investor untuk anak usaha Jiwasraya yakni Jiwasraya Putra, Kementerian BUMN akan mempercepat holding asuransi BUMN yang diharapkan rampung pada semester satu 2020.
Di sisi lain, ia berharap pemerintah segera menentukan perusahaan mana yang akan ditunjuk sebagai holding asuransi BUMN.
Ia menilai, perusahaan keuangan yang memiliki basis nasabah mirip seperti Jiwasraya cocok menjadi holding asuransi, misalnya Taspen.
"Nasabah Jiwasraya itu banyak ASN (aparatur sipil negara). Taspen sebagai asuransi pensiunan juga nasabahnya ASN. Apabila Taspen menjadi holding asuransi maka bisa menyelamatkan nasabah ritel Jiwasraya dengan mengambil alih portofolionya," jelasnya.
Namun, lanjut dia, khusus nasabah "saving plan" harus dilakukan restrukturisasi dengan skema yang berbeda.
"Pertama, pemeriksaan secara hukum terhadap pihak-pihak yang menyebabkan masalah di Jiwasraya," ujar Fathan Subchi dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu.
Ia mengatakan kasus Jiwasraya yang telah ditangani oleh penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Juni silam, kini sudah diserahkan kepada penyidik di Gedung Bundar atau Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung. Terdapat 89 orang saksi diperiksa.
Ia mengingatkan semua pihak yang menyebabkan skandal Jiwasraya terjadi harus diperiksa.
"Yang dimintai tanggung jawab bukan hanya direksi dan komisaris lama, tapi juga para pemain di pasar modal yang terlibat, dan siapa pejabat Otoritas Jasa Keuangan yang mengawasi pada waktu itu," katanya.
Langkah kedua, kata Fathan, yakni jalan keluar untuk memberi perlindungan kepada para pemegang polis.
Ia mengemukakan, selain gagal melaksanakan kewajibannya yang membuat para pemegang polis dirugikan, negara juga dirugikan dengan perkiraan awal sebesar Rp13,70 triliun.
Fathan menilai, skema penyelamatan yang dilakukan Kementerian BUMN sebenarnya sudah sangat positif. Selain menarik investor untuk anak usaha Jiwasraya yakni Jiwasraya Putra, Kementerian BUMN akan mempercepat holding asuransi BUMN yang diharapkan rampung pada semester satu 2020.
Di sisi lain, ia berharap pemerintah segera menentukan perusahaan mana yang akan ditunjuk sebagai holding asuransi BUMN.
Ia menilai, perusahaan keuangan yang memiliki basis nasabah mirip seperti Jiwasraya cocok menjadi holding asuransi, misalnya Taspen.
"Nasabah Jiwasraya itu banyak ASN (aparatur sipil negara). Taspen sebagai asuransi pensiunan juga nasabahnya ASN. Apabila Taspen menjadi holding asuransi maka bisa menyelamatkan nasabah ritel Jiwasraya dengan mengambil alih portofolionya," jelasnya.
Namun, lanjut dia, khusus nasabah "saving plan" harus dilakukan restrukturisasi dengan skema yang berbeda.