Ini tiga terdakwa "ikan asin" divonis berbeda
Jakarta (ANTARA) - Tiga terdakwa kasus dugaan pencemaran nama baik dan konten asusila "ikan asin", yakni Pablo Benua, Rey Utama dan Galih Ginanjar divonis berbeda-beda oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam sidang putusan yang digelar secara virtual oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, terdakwa Galih Ginanjar divonis lebih berat dari kedua terdakwa lainnya, yakni dua tahun empat bulan.
Sedangkan Pablo Benua divonis pidana penjara satu tahun delapan bulan dan istrinya, Rey Utama divonis satu tahun empat bulan.
"Mengadili terdakwa satu Pablo Benua, dua Rey Utami dan ketiga Galih Ginanjar secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Agus Widodo membacakan tuntutan.
Hakim juga menyebutkan hal-hal yang memberatkan para terdakwa, yakni membuat korban atau saksi Fairuz A Rafiq dalam keterangannya di persidangan merasa malu untuk berinteraksi dengan dunia luar usai video tersebut diunggah ke media sosial.
Sedangkan yang meringankan ketiga terdakwa, yakni belum pernah menjalani proses hukum sebelumnya.
Usai membacakan putusannya melalui 'teleconference, Hakim menanyakan kepada penasihat hukum para terdakwa apakah menerima atau "pikir-pikir". Begitu juga kepada jaksa penuntut umum.
Pengacara Pablo Benua dan Rey Utama, yakni Rihat Hutabarat menyatakan untuk "pikir-pikir" terhadap putusan hakim.
Hal serupa juga disampaikan oleh Sugiyarto, kuasa hukum Galih Ginanjar, untuk "pikir-pikir". Begitu dengan jaksa penuntut umum (JPU) Donny M Sany juga menyatakan "pikir-pikir"
Selama persidangan melalui telekonferensi ini, ketiga terdakwa berada di rutan Polda Metro Jaya. Sedangkan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan JPU di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam persidangan sebelumnya, JPU telah menuntut ketiga terdakwa. Untuk Gali Ginanjar dituntut pidana 3,5 tahun dan subsider enam bulan atau denda Rp100 juta.
Pablo Benua dituntut pidana 2,5 tahun dengan subsider enam bulan atau denda Rp100 juta. Lalu Rey Utama dituntut pidana 2 tahun penjara dengan subsider enam bulan atau denda Rp100 juta.
Dalam sidang putusan yang digelar secara virtual oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, terdakwa Galih Ginanjar divonis lebih berat dari kedua terdakwa lainnya, yakni dua tahun empat bulan.
Sedangkan Pablo Benua divonis pidana penjara satu tahun delapan bulan dan istrinya, Rey Utama divonis satu tahun empat bulan.
"Mengadili terdakwa satu Pablo Benua, dua Rey Utami dan ketiga Galih Ginanjar secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Agus Widodo membacakan tuntutan.
Hakim juga menyebutkan hal-hal yang memberatkan para terdakwa, yakni membuat korban atau saksi Fairuz A Rafiq dalam keterangannya di persidangan merasa malu untuk berinteraksi dengan dunia luar usai video tersebut diunggah ke media sosial.
Sedangkan yang meringankan ketiga terdakwa, yakni belum pernah menjalani proses hukum sebelumnya.
Usai membacakan putusannya melalui 'teleconference, Hakim menanyakan kepada penasihat hukum para terdakwa apakah menerima atau "pikir-pikir". Begitu juga kepada jaksa penuntut umum.
Pengacara Pablo Benua dan Rey Utama, yakni Rihat Hutabarat menyatakan untuk "pikir-pikir" terhadap putusan hakim.
Hal serupa juga disampaikan oleh Sugiyarto, kuasa hukum Galih Ginanjar, untuk "pikir-pikir". Begitu dengan jaksa penuntut umum (JPU) Donny M Sany juga menyatakan "pikir-pikir"
Selama persidangan melalui telekonferensi ini, ketiga terdakwa berada di rutan Polda Metro Jaya. Sedangkan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan JPU di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam persidangan sebelumnya, JPU telah menuntut ketiga terdakwa. Untuk Gali Ginanjar dituntut pidana 3,5 tahun dan subsider enam bulan atau denda Rp100 juta.
Pablo Benua dituntut pidana 2,5 tahun dengan subsider enam bulan atau denda Rp100 juta. Lalu Rey Utama dituntut pidana 2 tahun penjara dengan subsider enam bulan atau denda Rp100 juta.