SEKOLAH KESEHATAN DENGAN KUALITAS MERAGUKAN MAKIN MARAK

id

     Mataram (ANTARA) - Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat mengkhawatirkan maraknya pendirian sekolah kesehatan terutama yang berstatus swasta yang tidak diikuti dengan fasilitas dan tenaga pengajar yang kompeten.

     "Pendirian sekolah pendidikan kesehatan di Nusa Tenggara Barat (NTB) sepertinya begitu mudah. Saya tidak tahu pasti apakah sekolah itu benar-benar bisa meluluskan tenaga kesehatan yang kompeten nantinya," kata Kepala Bidang Bina Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Provinsi NTB Khairul Anwar, di Mataram, Senin.

     Menurut dia, bidang kesehatan menyangkut nyawa manusia, sehingga dibutuhkan tenaga kesehatan seperti perawat dan bidang yang memiliki kompetensi di bidangnya, bukan lulusan yang asal-asalan.

     Keberadaan sekolah kesehatan yang begitu marak juga bisa memicu tingginya angka pengangguran tenaga kesehatan karena tidak terserap seluruhnya karena ketersediaan lapangan kerja yang terbatas.

     Jumlah tenaga kesehatan di NTB saat ini sudah mencapai 2.400 orang yang tersebar di sepuluh kabupaten/kota di NTB. Dari total tenaga kesehatan yang ada, sebanyak 1.499 orang berstatus pegawai negeri sipil (PNS).

     "Melihat dari data itu, bisa jadi NTB ini akan menghadapi inflasi tenaga kesehatan, baik itu tenaga perawat kesehatan maupun bidan. Jumlah bidan di NTB saja minimal 1.031 orang sesuai dengan jumlah desa di NTB, namun pada kenyataaanya lulusan bidan setiap tahun melebihi dari itu," ujarnya.

     Khairul juga menilai lulusan tenaga kesehatan masih ada yang belum memahami betul mengenai proses kehamilan dan bagaimana cara melakukan pemeriksaan terhadap ibu hamil.

     Kondisi tersebut dikhawatirkan menjadi salah satu faktor penyebab angka kematian ibu dan bayi di NTB yang mencapai 118 orang pada 2011 tidak bisa ditekan.

     Menurut dia, agar seorang bidan dikatakan bisa memiliki kompetensi di bidang persalinan minimal harus bisa menangani proses persalinan sebanyak 50 kali ketika masih dalam masa pendidikan, jika itu belum tercapai maka tidak bisa memperoleh izin praktik kebidanan.

     "Kondisi lulusan tenaga kesehatan yang belum kompeten sudah saya buktikan sendiri ketika memantau pelaksanaan tes penerimaan tenaga kesehatan di Kabupaten Lombok Timur. Waktu itu ada 80 orang yang dites, namun hanya 20 orang yang memahami bagaimana persalinan dasar," katanya.

     Kekhawatiran maraknya sekolah kesehatan, kata dia, sudah disampaikan ke Kementerian Kesehatan dengan harapan agar dikoordinasikan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai lembaga yang mengurusi masalah pendidikan.

     Khairul juga berharap agar uji kompetensi tenaga perawat dan bidan yang akan diterapkan pada 2012 bisa menjadi salah satu pola menyaring perawat dan bidan yang benar-benar memiliki kompetensi di bidangnya.

     "Semua tenaga kesehatan, baik itu perawat dan bidan akan didaftar dan diuji kompetensinya. Kalau tidak lulus ujian, maka belum bisa menjalankan tugas sebagai perawat dan membantu proses persalinan," ujarnya.