Mataram, 7/2 (ANTARA) - Deputi IV Kementerian Lingkungan Hidup Masnellyarti, dalam kesaksiannya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa, menyatakan bahwa perpanjangan izin penempatan tailing PT Newmont Nusa Tenggara, di dasar laut telah sesuai ketentuan hukum. Kepala Departemen Komunikasi PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) Rubi W Purnomo, mengungkapkan fakta persidangan itu dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Mataram, Selasa. Sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta itu, digelar atas gugatan yang diajukan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) terhadap Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Rubi mengatakan, dalam persidangan itu Masnellyarti bersaksi bahwa penerbitan kembali izin penempatan tailing di dasar laut (STP) pada 21 Mei 2011 oleh KLH kepada PTNNT, didasarkan atas proses kajian lingkungan dan sosial menyeluruh. Kajian menyeluruh itu diawali dengan kajian amdal yang dilakukan sebelum kegiatan operasi dimulai lebih dari 10 tahun lalu. Hasil studi lingkungan selanjutnya yang dilakukan selama operasi tambang menunjukkan bahwa penempatan tailing (batuan yang telah digerus secara halus) di dasar laut adalah metode terbaik dan paling sesuai untuk penempatan tailing yang berasal dari kegiatan operasi Batu Hijau. Masnellyarti juga menegaskan bahwa KLH telah mematuhi semua prosedur, termasuk PP Nomor 19 Tahun 1999 dan Kepmen Nomor 18 Tahun 2009 dalam menerbitkan perpanjangan izin STP PTNNT. Selain itu, adanya kajian ilmiah menyeluruh yang dilakukan oleh tim pakar yang dibentuk KLH. Tim pakar itu melibatkan pemerintah daerah setempat dalam verifikasi lapangan, mengkaji dan memeriksa kinerja STP, serta menentukan parameter-parameter yang harus dipenuhi oleh PTNNT. STP digunakan di beberapa negara lain, seperti Turki, Chile, Kanada, Norwegia, dan Inggris. Sistem STP telah dirancang dan berfungsi sebagaimana mestinya serta menjadi pilihan terbaik bagi perlindungan lingkungan untuk operasi tambang PTNNT. Menanggapi pertanyaan kuasa hukum Walhi tentang amdal PTNNT, Masnellyarti menyampaikan bahwa selain menggunakan data prediksi dampak lingkungan dalam Amdal PTNNT (1996), KLH juga mempertimbangkan hasil-hasil penelitian terbaru yang lebih spesifik pada saat mengeluarkan perpanjangan izin tailing 2011. Hasil-hasil penelitian terbaru tersebut konsisten dengan data prediksi dalam amdal. Rubi juga menginformasikan tanggapan Hafzan Taher selaku Kuasa Hukum PTNNT, dalam persidangan tersebut, terkait pernyataan Walhi dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat bahwa izin STP PTNNT harus dikeluarkan oleh Pemkab Sumbawa Barat. Hafzan mengutip Pasal 18, ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan dumping ke laut wajib mendapat izin menteri. Dalam persidangan itu, Kepala Desa Tongo, Kabupaten Sumbawa Barat, Jabir HMS, yang kewenangannya mencakup wilayah daratan lokasi STP, juga bertindak sebagai saksi. "Selama 40 tahun tinggal di sana, saya tidak pernah menyaksikan lumpur tailing naik ke permukaan," ujar Jabir dalam persidangan sebagaimana dikutip Rubi dalam siaran persnya. Pada kesempatan itu, Jabir juga mengaku tidak pernah melihat atau menerima laporan Walhi melakukan kegiatan apa pun, termasuk penelitian atau kegiatan pemantauan di wilayah penempatan tailing PTNNT. Jabir juga mengungkapkan hingga saat ini ia belum pernah menerima laporan warga yang mengindikasikan penurunan hasil tangkapan ikan atau menghilangnya jenis ikan tertentu di perairan tersebut.(*)