Gafatar NTB Bantah Organisasinya Disebut Sesat

id Gafatar NTB

Gafatar NTB Bantah Organisasinya Disebut Sesat

Logo Gafatar (gafatardpk.surakarta blogspot.com) (1)

"Salah satu tujuan terbentuknya Gafatar adalah membantu pemerintah dalam menjalankan program-programnya di bidang sosial kemasyarakatan, budaya dan pendidikan,"
Sumbawa Barat, (Antara NTB) - Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Nusa Tenggara Barat Buana Fahriadin membantah organisasinya disebut sesat dan telah melakukan penistaan terhadap agama Islam.

Buana Fahriadin dalam klarifikasi resmi yang diterima Antara di Sumbawa Barat, Rabu, menjelaskan bahwa Gafatar adalah organisasi kemasyarakatan yang berdiri sejak 14 Agustus 2011 di Jakarta, diketuai oleh Mahful M Tumanurung, dan telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia.

"Salah satu tujuan terbentuknya Gafatar adalah membantu pemerintah dalam menjalankan program-programnya di bidang sosial kemasyarakatan, budaya dan pendidikan," katanya.

Buana menyatakan faktor utama yang memicu munculnya penolakan sejumlah organisasi masyarakat (ormas) di Kabupaten Sumbawa Barat adalah adanya dua istilah dalam Gafatar, yaitu "tuan" dan "mesias" yang dikatakan sesat dan menyimpang dari ajaran agama Islam.

Ia menilai pernyataan yang dikemukan berbagai ormas Islam di Sumbawa Barat itu "over reactive" atau berlebihan dan tidak perlu dilakukan. Alasannya, kedua istilah tersebut (tuan dan mesias) bukanlah istilah dalam agama Islam. "Tuan" adalah istilah asli Nusantara dan "mesias" adalah bahasa Ibrani, bukan bahasa Arab.

"Pertanyannya, salahkah Gafatar menggunakan dua istilah tersebut. Adakah kaitannya antara dua istilah tersebut dengan akidah umat Islam. Kehadiran Gafatar bukan untuk merusak tatanan apa pun yang ada, khususnya agama. Kehadiran Gafatar bukan untuk memindahkan keyakinan seorang Islam menjadi Nasrani dan lain-lain," kata Buana.

Untuk diketahui, kata dia, dalam Gafatar urusan agama dan keyakinan adalah wilayah privasi masing-masing individu dan organisasi tidak berhak turut campur di dalamnya.

"Akan menjadi ganjil jika Gafatar sebagai organisasi kemasyarakatan sosial justru disibukkan dengan hal keagamaan," ujarnya.

Istilah "mesias", lanjutnya, juga disebut-sebut sebagai ajaran Gafatar yang tidak mengakui kenabian Nabi Muhammad SAW. Padahal bagi Gafatar, Nabi Muhammad adalah "idola", contoh terbaik bagi manusia dan tidak ada figur yang menandingi keagungan Nabi Muhammad SAW.

Gafatar, kata Buana, juga mengimani bahwa Nabi Muhammad SAW adalah "Khataman Nabiyyin" atau nabi terakhir.

"Gafatar tidak pernah memiliki pemahaman sebagaimana yang dituduhkan. Juga tidak ada istilah nabi baru atau rasul baru, karena itu adalah wilayah agama, sedangkan Gafatar bukanlah organisasi kemasyarakatan keagamaan. Tidak akan ditemukan istilah-istilah agama khususnya Islam dalam Gafatar," kata Buana.

Dalam pernyataan resminya, Buana juga membantah bahwa Gafatar merupakan bagian atau turunan dari organisasi-organisasi yang pernah dicap sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), seperti Al-Qiyadah al-Islamiyah dan Komunitas Millah Abraham (Komar) pimpinan Ahmad Mushadeq.

Meski dia tidak menampik bahwa sebagian pengurus Gafatar pernah berada dalam organisasi-organisasi tersebut, tetapi Buana menegaskan Gafatar tidak ada kaitan sama sekali dengan organisasi manapun, termasuk organisasi yang telah dicap sesat seperti dimaksud MUI.

Terkait Pancasila yang menjadi ideologi Gafatar, Buana juga menjelaskan bahwa Pancasila adalah ideologi yang tidak bertolak belakang dengan ajaran agama manapun karena tidak mungkin Gafatar mengambil referensi yang ditulis manusia dengan mengabaikan kitab suci.

"Dapatkah dipisahkan antara hakikat manusia sebagai makhluk individual, makhluk sosial dan manusia sebagai mahluk spiritual. Apalah gunanya sosial yang tidak bernadi spiritual dan apalah gunananya spiritual yang tidak bernafaskan sosial," katanya.

Menurut Gafatar, kata dia, keadilan sosial, persatuan dan kesatuan bangsa serta masyarakat yang beradab hanya dapat dibangun di atas pondasi Ketuhanan bukan di atas ajaran buatan manusia.

Hal senada juga dikatakan Ketua DPK Gafatar Sumbawa Barat Sono Purwanto yang menyatakan sikap sejumlah ormas di Sumbawa Barat, yang memvonis Gafatar sebagai organisasi sesat dan telah menistakan agama Islam, merupakan sikap berlebihan.

Sebagai warga Kabupaten Sumbawa Barat, kata dia, dirinya dan pengurus Gafatar yang lain juga berhak mendapatkan perlindungan dari pemerintah.

"Kami berniat baik mendatangi Kantor Kesbangpoldagri untuk mendaftarkan organisasi kami di daerah itu. Ketika pemerintah menganggap organisasi ini sesat, seharusnya pemerintah meminta klarifikasi kepada induk organisasi di pusat (DPP) Gafatar, bukannya malah mengesankan dan memvonis bahwa kami di daerah telah menimbulkan keresahan dan inkondusivitas," katanya.

Sono juga mengklarifikasi bahwa tidak ada istilah "baiat" untuk anggota baru di Gafatar, melainkan "persaksian".

"Itupun (persaksian) hanya dilaksanakan kepada anggota yang diangkat sebagai pengurus. Sementara anggota biasa hanya diwajibkan membaca janji anggota," katanya. (*)