Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengungkapkan potensi Indikasi Geografis Indonesia yang besar membantu pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya dari segi ekonomi dan sosial.
Ketua Tim Kerja Layanan Indikasi Geografis Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham Irma Mariana mengatakan Indikasi Geografis yang melindungi produk lokal dengan karakteristik, kualitas, dan reputasi khas dapat berkontribusi dalam pembangunan ekonomi melalui peningkatan nilai produk dan pengembangan pasar.
"Indikasi Geografis juga dapat membawa dampak sosial dengan memberdayakan komunitas lokal dan pengurangan kemiskinan," ujar Irma dalam Diklat AKHKI 2024 yang diselenggarakan secara daring di Jakarta, Jumat (26/4), seperti dikutip dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.
Menurut Irma, masyarakat di wilayah akan dapat mendapatkan lapangan pekerjaan dan penghasilan dari menghasilkan produk Indikasi Geografis, serta sekaligus melestarikan keanekaragaman hayati dengan menggunakan sumber daya lokal.
Ia menyebutkan objek perlindungan Indikasi Geografis meliputi sumber daya alam, kerajinan tangan, dan hasil industri. Produk tersebut merupakan produk yang terbatas dan eksklusif sehingga nilainya tinggi sesuai dengan kualitas, reputasi, dan karakteristik setiap wilayah yang unik.
Tak hanya di kancah global, Irma mengungkapkan Indikasi Geografis juga akan memberikan keuntungan pada petani, perajin, dan produsen lokal atau UMKM.
Selain melindungi objek produk, lanjutnya, perlindungan Indikasi Geografis juga memastikan mutu dan kualitas produk terjamin.
"Peningkatan harga produk juga dapat dilihat contohnya dari produk Lada Putih Muntok yang sebelum terdaftar sebagai Indikasi Geografis berada di kisaran Rp60 ribu kini bisa mencapai Rp120 ribu per kilogram," ucap dia.
Kendati demikian, Irma mengatakan seluruh manfaat baik dari Indikasi Geografis tersebut membutuhkan sinergi pemerintah, baik pusat maupun daerah, masyarakat setempat, dan para pemangku kepentingan dalam pembinaan, pengawasan, serta penjualan produk.
Pasalnya, dia menjelaskan permohonan Indikasi Geografis hanya bisa dilakukan oleh lembaga yang mewakili masyarakat di kawasan geografis tertentu, yang mengusahakan suatu barang dan/atau produk atau bisa juga pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota.
Baca juga: Kemenkumham NTB alokasikan Rp1,6 M untuk bantuan hukum masyarakat miskin
Baca juga: Kemenkumham NTB gelar donor darah peringati HBP
Sementara itu, lanjut dia, pemerintah pusat dan daerah sesuai kewenangannya harus berperan dalam mempersiapkan seluruh pemenuhan permohonan persyaratan indikasi geografis, melakukan sosialisasi, melindungi secara hukum, serta memberikan fasilitasi pengembangan, pengolahan, dan pemasaran produk.
Para pemangku kepentingan, menurut Irma, juga memerlukan peran penting dalam pengawasan jaminan mutu kualitas, reputasi, dan karakteristik produk agar tetap terjaga sesuai dengan dasar diterbitkannya produk sebagai Indikasi Geografis.
"Selain itu, mereka juga bertugas dalam mencegah penggunaan label Indikasi Geografis oleh pihak yang tidak sah," kata Irma menambahkan.
Berita Terkait
Kemenkum sediakan layanan pelaporan kecurangan seleksi CPNS
Jumat, 22 November 2024 18:05
Kemenkumham NTB dukung kepolisian ungkap kasus narkoba libatkan narapidana
Rabu, 6 November 2024 18:23
Kemenkumham menjaga kepercayaan publik lewat pelayanan informasi PPID
Jumat, 1 November 2024 7:19
Penguatan fungsional pastikan efektivitas penegakan HAM
Rabu, 9 Oktober 2024 6:02
IAC kirim banding guna batalkan paten Gilead
Jumat, 4 Oktober 2024 15:40
KPK wanti-wanti pemda terkait TKA terlibat tambang ilegal
Kamis, 3 Oktober 2024 18:35
Dirjen HAM kecam tindakan pembubaran diskusi
Minggu, 29 September 2024 15:32
Penanganan pengungsi perlu komitmen kolektif bangsa
Minggu, 29 September 2024 5:34