Mataram (ANTARA) - Suminah bersama 13 perempuan pagi itu tampak fokus dengan berbagai alat pelatihan menjahit dan mendesain di atas meja-meja kayu berselimut kain cokelat di sebuah hotel di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Di meja paling belakang terdapat sebuah laptop dengan layar menyala yang menampilkan tiga desain pakaian muslim perempuan bertema etnik yang memadupadankan kain tenun. Satu desain berupa baju setelan rok dan dua desain lainnya berupa baju setelan celana.
Suminah bersama para perempuan tersebut kala itu sedang mengikuti masa inkubasi, sebuah program pembinaan dan pengembangan usaha gerai busana. Mereka telah mengikuti program inkubasi selama 2 bulan dan masih berlanjut hingga Oktober 2024.
"Inkubasi menambah pengalaman saya yang membuka usaha rumah busana dan juga guru busana di sekolah menengah kejuruan," ujar perempuan 44 tahun itu saat ditemui pada akhir Juli lalu.
Pemerintah Nusa Tenggara Barat (NTB) berupaya menjadikan kiblat fesyen muslim nasional ke NTB melalui tangan-tangan para peserta inkubasi yang diharapkan kelak dapat mendongkrak industri fesyen muslim.
Suminah memandang pelatihan dan pembinaan selama enam bulan belumlah cukup untuk menjadikan mereka sebagai roda penggerak fesyen muslim. Namun, sekolah kilat itu bisa menjadi bekal dasar bagi mereka untuk terjun ke dunia bisnis.
Di ruang kelas tempat mereka belajar, delapan manekin plastik yang terbungkus setelan busana muslimah itu menjadi bukti keseriusan. Bahkan, 14 peserta inkubasi itu membentuk konsorsium usaha busana bernama Inka.
Dunia fesyen memang tak ada habisnya. Berbagai mode busana yang terpajang di dalam etalase kaca di kawasan pusat perbelanjaan adalah buah karya dari pikiran dan kreativitas yang mengiringi setiap goresan tinta desainer dan pintalan benang para penjahit.
Setiap gaya busa yang melekat pada tubuh seseorang dapat memperlihatkan karakter dan kepribadian. Warna-warna indah yang terpatri dalam setiap lembar pakaian adalah cerminan sudut pandang dan imajinasi para pembuatnya.
Terus bertumbuh
Pada Desember 2023, The State Global Islamic Economy melaporkan konsumsi fesyen muslim dunia mencapai 318 miliar dolar AS pada tahun 2022. Angka pengeluaran itu diproyeksikan terus bertumbuh sebesar 6,1 persen dan menyentuh angka 428 miliar dolar AS pada tahun 2027.
Indonesia menduduki peringkat tiga dunia di sektor fesyen muslim berdasarkan indikator keuangan, kesadaran, sosial, dan inovasi. Adapun posisi pertama dan kedua ditempati oleh Turki dan Malaysia.
Pascapandemi COVID-19 yang sempat melumpuhkan semua sektor usaha selama dua tahun, industri fesyen muslim kembali pulih, yang ditandai kebangkitan merek-merek lama dan kemunculan berbagai merek baru.
Dalam buku bertajuk "Rencana Besar Industri Halal Indonesia 2023--2029" menyebutkan fesyen muslim punya keterkaitan erat dengan bidang ekonomi kreatif dan menjadi salah satu industri padat karya yang berperan menyerap banyak tenaga kerja.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mencatat kontribusi fesyen di Indonesia sebesar 17,6 persen dari total nilai tambah ekonomi kreatif nasional sebesar Rp225 triliun pada tahun 2022.
Industri fesyen menyerap tenaga kerja sebanyak 17 persen atau setara 25 juta lapangan kerja dan menyumbang devisa hingga 16,47 miliar dolar AS. Ketika Indonesia berambisi meningkatkan industri fesyen muslim melalui peningkatan merek dagang dan kesadaran serta mengembangkan bisnis melalui peningkatan kapasitas dan permodalan agar mampu menduduki posisi pertama dalam fesyen muslim dunia, Nusa Tenggara Barat (NTB) pun berkomitmen menjadi kontributor fesyen muslim tersebut.
Kepala Dinas Perindustrian NTB Nuryanti mengatakan pihaknya sudah mulai membangun ekosistem fesyen muslim. Sektor itu berkelindan dengan pertanian, peternakan, hingga kerajinan. Menurutnya, ekosistem fesyen muslim sangat luas dan menjadi target penyiapan lapangan pekerjaan jangka panjang bagi Generasi Z, termasuk melestarikan budaya yang sudah ada.
Fesyen muslim adalah sebuah perpaduan dari mahakarya yang mengedepankan prinsip kesopanan sebagaimana yang tertuang dalam Al-Qur'an dan hadits. Berbusana muslim saat ini juga telah menjadi gaya hidup yang berpotensi menggerakkan perekonomian nasional secara berkelanjutan.
Ciri khas tenun
Statistik Perkebunan Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian mencatat Nusa Tenggara Barat sebagai salah satu daerah penghasil kapas dengan angka produksi sebanyak 68 ton dari luas areal tanam 150 hektare pada tahun 2020.
Tanah NTB yang subur menghasilkan kapas, menjadikan para penenun tak kesulitan mencari bahan baku untuk membuat kain bagi industri fesyen muslim.
Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, merupakan salah satu perkampungan yang produktif menghasilkan kain tenun di Nusa Tenggara Barat. Dari 12.000 penduduk yang menghuni desa tersebut, sebanyak 3.200 adalah perajin tenun.
Menenun merupakan sebuah budaya yang melekat erat dengan kehidupan masyarakat Nusa Tenggara Barat. Budaya menenun itu kini terus didorong ke arah nilai tambah ekonomi.
Pemerintah NTB menyebutkan ada 15 motif tenun yang sudah memiliki sertifikat hak atas kekayaan intelektual atau HAKI. Keberadaan motif tenun yang berhak cipta dapat memperkuat industri fesyen muslim Nusa Tenggara Barat agar tidak mudah dijiplak oleh industri fesyen daerah lain ataupun negara lain.
Sebanyak 200-an motif tenun kini sedang diupayakan oleh pemerintah NTB agar mendapatkan Sertifikat HAKI.
Seorang desainer dari Indonesia Fashion Chamber (IFC) Cindy Lavina mengungkapkan penjenamaan wisata halal yang diusung oleh Nusa Tenggara Barat menjadi mesin pendorong bagi tumbuhnya industri fesyen muslim di daerah berjulukan Negeri Seribu Masjid tersebut.
Baca juga: Melestarikan tradisi menenun di Lombok lewat Festival Begawe Jelo Nyesek
Baca juga: Kain tenun ikat Pringgasela jadi pakaian ASN di Lombok Timur
Untuk mencapai tujuan tersebut, kualitas sumber daya manusia dari hulu sampai hilir harus ditingkatkan agar bisa menjalankan wisata halal dan industri fesyen muslim secara bersamaan.
Tenun kini bukan lagi sekadar kain. Setiap motifnya tersirat budaya dan cerita yang mendalam. Pembuatan selembar kain tenun dapat menghabiskan waktu hingga 3 hari.
Mengenakan produk fesyen muslim karya perajin lokal tak hanya berkontribusi terhadap perekonomian daerah dan nasional. Lebih dari itu, bisa menciptakan senyum dari bibir para inaq (panggilan ibu dalam bahasa Sasak) yang setiap hari menganyam benang menjadi lembaran-lembaran kain tenun.
Editor: Achmad Zaenal M