Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan bahwa pada kondisi bencana, hak hidup dan tumbuh kembang anak tetap harus menjadi prioritas.
"Pada kondisi bencana, hak hidup dan tumbuh kembang anak tetap harus menjadi prioritas," kata Anggota KPAI Diyah Puspitarini dalam webinar di Jakarta, Rabu.
Pada setiap kejadian bencana, anak-anak menjadi kelompok paling rentan menjadi korban dan menderita dibandingkan dengan orang dewasa.
"Sebab, anak belum memiliki pengetahuan dan keterampilan ketika bencana terjadi, sehingga peluang mereka menjadi korban sangat besar," kata Diyah Puspitarini.
Anak korban bencana dapat mengalami luka-luka, trauma psikis, terpisah dari keluarga, bahkan meninggal dunia. Diyah Puspitarini mengatakan kerentanan anak pada fase tanggap darurat dan ketika di pengungsian, di antaranya kehilangan identitas, kehilangan orang tua, keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, menjadi korban/pelaku kekerasan fisik, isu-isu psikososial, menjadi korban eksploitasi, menjadi korban pelecehan dan kejahatan seksual, perkawinan anak, dan perdagangan anak.
Faktor penyebab kerentanan pada anak adalah kesenjangan pada anak, keluarga, dan pihak yang melakukan respons tanggap darurat, keterbatasan pengetahuan dan keterampilan komunitas masyarakat, termasuk anak dalam menghadapi bencana.
"Tidak adanya penyediaan dukungan dan layanan dalam respons tanggap darurat, tidak tersedianya ruang ramah anak di pengungsian, keterbatasan tenaga psikososial, jamban kurang layak dan tidak terpisah, pekerja sosial kurang memahami kode etik relawan perlindungan anak," katanya.
Pihaknya menyampaikan dampak bencana tsunami Aceh pada 2004 bagi anak, di antaranya ada 2.800 anak terpisah dari keluarga, 1.488 sekolah rusak, 150 ribu siswa terganggu pendidikannya, dan 37 anak menjadi korban perdagangan orang.
Baca juga: Soal polemik jilbab, BPIP diminta tinjau ulang SK standar pakaian Paskibraka
Sementara ketika tsunami di Palu pada 2018, terjadi 20 kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada anak di tempat pengungsian, dan 33 kasus perkawinan anak.
"Ini yang terdata, yang tidak terdata jauh lebih banyak," katanya.
Diyah mengatakan berdasarkan data KPAI tahun 2023, tercatat ada 70 laporan terkait anak korban bencana alam.
Baca juga: PPATK, KPAI join forces against child exploitation
Sementara berdasarkan data analisis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 45 juta anak yang tinggal di daerah rawan gempa bumi. Kemudian, ada 1,5 juta anak berada di daerah rawan tsunami.
"Ada 400 ribu anak tinggal di daerah rawan erupsi gunung api," kata Diyah Puspitarini.
Selain itu, ada 21 juta anak tinggal di daerah rawan banjir dan 14 ribu anak tinggal di daerah rawan longsor.