Mataram (ANTARA) - Program Desa Berdaya milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) mencuat dalam penyidikan kasus dugaan korupsi adanya penerimaan "uang siluman" yang muncul dalam pengalokasian dana pokok pikiran (pokir) DPRD NTB tahun anggaran 2025.
Munculnya program unggulan dari Pemprov NTB ini datang dari pernyataan anggota DPRD NTB Abdul Rahim usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung Kejati NTB, Selasa.
"Ini direktif Gubernur NTB, bukan pokir. Benar-benar inisiatif gubernur, diberikan kepada teman-teman DPRD baru," katanya.
Dia menjelaskan, program Desa Berdaya yang ada kaitan dengan pengelolaan dana pokir DPRD NTB ini berkaitan dengan pekerjaan proyek fisik, seperti pembangunan jalan lingkungan, jalan usaha tani, dan saluran irigasi yang bersumber dari APBD-P tahun 2025.
Baca juga: Jaksa panggil jajaran TAPD terkait dana 'siluman' pokir DPRD NTB
Untuk melenggangkan program tersebut, Pemprov NTB menyesuaikan pengajuan program dari puluhan anggota DPRD NTB baru.
"Jadi, kami memberi 10 program nilainya Rp2 miliar, masing-masing (diberikan) Rp200 juta. Yang jelas, sesuai dengan visi misi desa berdaya, jalan lingkungan, jalan usaha tani, irigasi, dan lain-lain," ujarnya.
Pemberian Rp200 juta kepada setiap anggota DPRD NTB ini akhirnya muncul sebagai "dana siluman" atau uang tak bertuan. Rahim menyebut pembagian itu jelas tertera dalam sebuah daftar.
"Itu lah asal terjadinya. Dana siluman, kalau kami lihat dari proses ini munculnya dari BNBA (By Name By Address')," ucap dia.
Baca juga: Jaksa kantongi hasil audit kerugian korupsi pokir DPRD Lombok Barat
Rahim mengaku dirinya bingung dengan adanya tawaran penerimaan Rp200 juta usai mengajukan 10 program dengan nilai pekerjaan Rp2 miliar, mengingat anggaran untuk pekerjaan 10 program itu belum ada pencairan dari APBD-P tahun 2025. Meskipun mendapat tawaran, Rahim menolak uang tersebut.
"Logikanya, tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba dapat uang," katanya.
Pertimbangan dirinya menolak tawaran uang tak bertuan itu melihat adanya potensi pidana yang mengarah pada gratifikasi.
Lebih lanjut, politisi PDI-P yang merupakan anggota Komisi IV DPRD NTB ini menegaskan bahwa ia mendukung langkah kejaksaan untuk mengungkap persoalan ini hingga tuntas. Dia berharap kepada pihak kejaksaan bisa mengungkap sumber uang dan proses aliran hingga sampai ke anggota DPRD NTB yang baru menjabat.
"Kami dukung proses yang sedang berjalan ini. Karena memang sudah 'on the track'. Luar biasa pihak kejaksaan bekerja. Sudah tidak ada spekulasi. Saya sudah jelaskan apa yang saya ketahui, sudah saya serahkan semua," ucapnya.
Baca juga: Ketua DPRD NTB dipanggil kejati terkait gratifikasi anggaran pokir
Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Muh. Zulkifli Said membenarkan atas adanya pemeriksaan Abdul Rahim sebagai saksi di tahap penyidikan ini.
Selain Rahim, ada juga pemeriksaan terhadap anggota dewan lain, yakni Iwan Panjidinata, Ali Usman, dan Suhaimi.
"Iya, ada di atas di ruang pemeriksaan. Inisial SHM, AU, IP, AR," kata Zulkifli.
Baca juga: Wakil Ketua III DPRD NTB jalani pemeriksaan di Kejati NTB terkait pokir
Baca juga: Wakil Ketua DPRD NTB diperiksa kejati terkait dana 'siluman' pokir
Baca juga: Kajati minta penyidik telusuri tersangka korupsi dana pokir DPRD NTB
