MARI PANGESTU DUA KALI MENJADI MENDAG

id

Eko Listiyorini

Jakarta (ANTARA) - Namanya sudah lama dikenal di dunia internasional.

Apalagi, sebagai Menteri Perdagangan Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009), Mari Elka Pangestu juga menjadi koordinator kelompok negara berkembang G-33 yang menyuarakan kepentingan negara berkembang dalam perundingan perdagangan bebas dunia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Puteri ekonom kondang Panglaykim ini sebelumnya dikenal sebagai pengamat ekonomi yang banyak dimintai pendapat oleh lembaga keuangan dunia seperti World Bank dan IMF.

Gaya bicara pengamat yang tajam sempat terbawa selama tahun-tahun pertama berkantor di Jalan Ridwan Rais, di bilangan Gambir.

Namun, perempuan kelahiran 23 Oktober 1956 ini agaknya cepat menyesuaikan diri dengan gaya pimpinannya yang hati-hati dalam mengambil keputusan. Selanjutnya, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini juga berhati-hati dalam berkomentar.

Yang pasti, bukan keahliannya beradaptasi yang menjadi nilai lebih sehingga dirinya terpilih lagi menduduki jabatan yang sama untuk periode 2009-2014.

Mantan Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) itu dinilai cukup berhasil menunaikan tugasnya selama lima tahun belakangan ini.

"Kami sudah memprediksi sejak lama, GPEI dan Depalindo menilai Marie Pangestu kinerjanya sudah bagus," ujar Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro.

Mari sendiri menilai dirinya cukup berhasil menunaikan tugasnya. Ia menjelaskan telah banyak perbaikan-perbaikan yang telah dicapai meski masih ada kekurangan.

"Yang sudah berhasil adalah bagaimana kinerja ekspor membaik, kecuali tahun ini, juga perbaikan kinerja negosiasi dan diplomasi perdagangan dan stabilitas harga kebutuhan pokok walaupun sempat ada gejolak," katanya.

Ia pun berhasil menyusun cetak biru ekonomi kreatif dan mendorong departemen lain untuk juga membuat program aksi pengembangan ekonomi gelombang keempat yang dicetuskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Sementara itu, beberapa hal yang masih perlu ditingkatkan adalah upaya-upaya untuk memperbaiki daya saing dan mengurangi ekonomi biaya tinggi.

"Departemen ini punya tugas mengamankan pasar dalam negeri, persaingan tidak sehat, penyelundupan. Terakhir adalah reformasi birokrasi, memulai dan implementasi reformasi birokrasi di 2011," tuturnya.



Tantangan berat

Dua kali menduduki jabatan yang sama, bukan berarti perkara mudah bagi pemilik gelar Ph.D. dalam bidang International Trade, Finance and Monetary Economics dari University of California.

"Tahun depan melanjutkan kinerja ekspor, sehingga harus kerja dua kali lebih keras, diantaranya dengan promosi dan diplomasi," kata Mari dalam suatu kesempatan.

Untuk mencapai pertumbuhan ekspor hingga mencapai target plus lima persen pada 2010 maka Departemen Perdagangan harus kerja ekstra keras. Sementara, kinerja ekspor nonmigas 2009 diperkirakan terkontraksi sekitar 10-15 persen akibat belum pulihnya ekonomi dunia dari krisis global.

"Kita harus kerja keras, harus meningkatkan ekspor termasuk dengan Trade Expo Indonesia," jelasnya.

Mendag memperkirakan hingga dua tahun ke depan kondisi ekonomi dunia masih mengalami perbaikan dari imbas krisis, sehingga kontraksi ekspor ke arah positif masih sangat terbatas.

Untuk itu, lanjut Mari, optimalisasi pasar domestik sangat penting diantaranya dengan terus menggencarkan program Aku Cinta Indonesia.

Ketua Umum GPEI Benny Soetrisno menambahkan pekerjaan rumah lain yang harus dikerjakan Mendag adalah evaluasi dampak perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) yang telah ditandatangani Indonesia.

"Yang harus dilakukan Mendag ke depan adalah me-`review` (kaji ulang) hasil FTA-FTA terhadap realitas yang terjadi pada pelaku usaha dan neraca perdagangan baik barang maupun jasa," ujarnya.

Di sisi lain, Toto mengharapkan Mendag bisa menyelesaikan berbagai Pekerjaan Rumah (PR) yang belum rampung seperti peningkatan peran tim PEPI (Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi), peningkatan kelancaran arus barang, penyelesaian cetak biru sistem logistik nasional, serta, penyempurnaan layanan perizinan satu atap.

"Selama ini timnas PEPI belum maksimal berfungsi, kelancaran arus barang sangat terkait dengan distribusi dan cetak biru sistem logistik harus segera diselesaikan," ujarnya.

Sekjen Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran mengharapkan mendag agar meneruskan program revitalisasi pasar tradisional.

"Kami masih mengharap program revitalisasi pasar menjadi prioritas karena pasar merupakan infrastruktur ekonomi rakyat. Usaha kecil mikro dan menengah tidak boleh ditinggalkan," tuturnya.(*)