SRI MULYANI EKONOM PASAR YANG KIAN MAPAN

id



Theo Yusuf Ms

Jakarta (ANTARA) - Sri Mulyani Indrawati atau akrab dipanggil Mbak Ani, adalah seorang ekonom penganut pasar bebas yang kini kian mapan. Ia kembali dinobatkan sebagai Menteri Keuangan RI Kabinet Indonesia Bersatu II oleh Presiden Susilo Bambang Yudhyono di Jakarta, Rabu malam.

Dipilihnya ekonom yang berparas cantik, luwes, cerdas dan populer itu, tentu dengan pertimbangan yang cukup matang oleh presiden. Sri Mulyani yang lahir pada 47 tahun silam, tepatnya pada 26 Agustus 1962 di Tanjung Karang, Lampung, sejak paruh kedua dekade 1990-an namanya sudah terkenal.

Tahun 1990-an penulis beserta wartawan lainnya, sering mendatanginya di LPEM UI Salemba Jakarta Pusat, untuk minta komentar soal isyu perekonomian yang menarik kala itu, seperti Mobil Nasional (Mobnas), Kredit Likuiditas Bank Indonesia, (KLBI) hingga naiknya suku bunga perbankan dan macetnya sektor riil kala itu.

Ia cukup bersahaja dan terbuka. Cara menyampaikan masalah relatif sederhana, oleh karena itu setiap wawancara, hal yang "ruwet" dapat diurai dengan gamblang. Itulah salah satu kelebihan dari Sri Mulyani, alumnus FE UI 1986 itu.

Saking seringnya dia tampil, banyak orang menyebutnya, nama Sri sudah sejajar dengan para selebriti dunia hiburan, karena seringnya di panggung-panggung seminar atau beritanya dikutip di berbagai media massa.

Dengan sikap tindak hidup yang bersahaja itu, ia disenangi banyak orang di dalam dan luar negeri. Tak heran bila pada awal Oktober 2002 lalu ia terpilih menjadi Executive Director Dana Moneter Internasional (IMF) mewakili 12 negara di Asia Tenggara (South East Asia/SEA Group), menggantikan Dono Iskandar Djojosubroto.

Dia menjadi perempuan pertama dari Indonesia menduduki posisi itu, sebelum di panggil oleh Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid sebagai anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN).

Setelah itu, Sri Mulyani pergi ke negeri Paman Syam. Menurut pengakuannya, ia pergi ke AS itu dalam rangka kerja sama dengan lembaga bantuan milik Pemerintah AS (USAid) dengan program otonomi daerah untuk perkuatan institusi di daerah. Yaitu, memberikan beasiswa S-2 untuk pengajar di universitas di daerah dari Aceh, Kaltim, Sulut, Papua dan Jawa.

"Programnya di Amerika memang tadinya hanya untuk satu tahun, tetapi diperpanjang dua tahun karena tenaganya masih diperlukan untuk konsultasi pengelolaan program USAid dalam bidang desentralisasi," akunya kala itu.

Di sana, ibu dari Dewinta Illinia, Adwin Haryo Indrawan, dan Luqman Indra Pambudi dari perkawinan dengan Tonny Sumartono ini, banyak memberikan saran dan nasihat mengenai bagaimana mendesain program S-2 untuk perkuatan universitas di daerah maupun program USAid lainnya di Indonesia, terutama di bidang ekonomi.

Di samping itu, ia juga mengajar tentang perekonomian Indonesia dan ekonomi makro di Georgia University serta banyak melakukan riset untuk menulis buku.

Bukunya sampai kini banyak yang belum selesai meskipun tema-tema yang sudah disediakan cukup banyak. Topik yang menjadi konsentrasi untuk dibahas di masa depan, kala ia sudah "banyak waktu" adalah tentang Krisis Ekonomi dan Implikasi pada Pengelolaan Utang Publik.



Dipanggil Presiden

Meskipun Sri Mulyani masih di luar negeri, tetapi namanya sudah santer disebut-sebut sebagai calon Menteri Keuangan pada Kabinet Indonesia Bersatu I, karena jauh sebelum Presiden dilantik, senior Sri Mulyani dari UI, yang kala itu berkumpul di Kadin, seperti Dr, Sadli, Sumarlin dan Frans Seda, termasuk Sofyan Wanandi.

Mereka sudah mewartakan, kalangan investor asing dan lembaga keuangan internasional berharap presiden dapat memberikan tempat kepada Sri Mulyani.

"Sri Mulyani tokoh yang tepat untuk menjadi Menteri Keuangan Indonesia, karena ia cukup menguasai sektor keuangan dan riil yang membutuhkan penanganan serius," kata Sadli, sore itu.

Oleh karena itu, setelah menjadi konsultan di USAid, kemudian Executive Director IMF, dia pun dipanggil Presiden Yudhoyono menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Kabinet Indonesia Bersatu I, karena untuk langsung menjadi menteri keuangan, "sedikit ada resistensi".

Namun setelah dua tahun berjalan, pada 7 Desember 2005 ia dinobatkan sebagai Menteri Keuangan menggantikan Jusuf Anwar yang kini sebagai Duta Besar di Jepang.

Kiprahnya sudah teruji di birokrasi dan lembaga internasional. Kurang dari empat tahun, tiga jabatan menteri disandangnya.

Tiga jabatan menteri yang disandangnya itu baru pertama kali dipimpin perempuan. Mulai dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan dan Plt Menko Perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu.

Presiden menunjuknya sebagai pelaksana tugas Menteri Koordinator Perekonomian menggantikan Boediono yang terpilih menjadi Gubernur Bank Indonesia. Dia merangkap jabatan Menteri Keuangan.



100 Wanita berpengaruh

Tentang filosofi hidup, ia mengatakan hidup hanya sementara. Maka kalau bisa ia hanya ingin melakukan yang terbaik dan memberikan yang terbaik kepada bangsa, negara, agama dan keluarga. Serta ingin menikmati hidup bahagia, damai dengan diri sendiri dan sekitarnya.

Dalam rangka menikmati hidup berguna dan bahagia ini pula, penggemar warna hitam, putih, dan pastel itu getol pula mempelajari psikologi. Ia mengaku sudah sangat lama tertarik pada psikologi. Bahkan dulu ingin masuk fakultas psikologi dari pada fakultas ekonomi, karena senang mempelajari tingkah laku dan sifat manusia.

Ia senang psikologi karena bisa memahami secara lebih baik sifat dan karakternya sendiri maupun anak-anaknya. Sangat menyenangkan mempelajari bagaimana mereka berkembang dan berubah seiring dengan usia. So excited dan sangat menakjubkan. Sementara, menurutnya, ekonomi banyak bicara tentang tingkah laku pelaku ekonomi, seperti konsumen dan produsen, bahkan juga pemerintah.

Sikap yang bersahaja itu, ia juga tak menyangka kalau dimasukkan sebagai Menteri Keuangan Terbaik Asia dan 100 Wanita Berpengaruh di Dunia. Ia dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik Asia untuk tahun 2006 oleh Emerging Markets pada 18 September 2006 di sela Sidang Tahunan Bank Dunia dan IMF di Singapura.

Ia juga terpilih sebagai wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia versi majalah Forbes tahun 2008 dan wanita paling berpengaruh ke-2 di Indonesia versi majalah Globe Asia bulan Oktober 2007.

Posisi itu sekaligus menempatkan Sri Mulyani sebagai orang nomor tiga paling berkuasa di Asia. Ia hanya kalah "beruntung" dari Ho Ching, Direktur Eksekutif Temasek Holdings, Singapura, yang berada di posisi ke-8; dan Sonia Gandhi, Presiden Partai Kongres Nasional India (INC) yang menempati peringkat ke-21.

Survei yang dilakukan oleh Forbes ini berdasarkan pada karier, efek ekonomi, dan peliputan media. "Daftar ini akan memberi inspirasi kepada kita ketika melihat apa yang sudah dilakukan dan mendengarkan kisah hidup beberapa tokoh tersebut," kata Chana Schoenberger, editor Forbes, dalam sebuah wawancara seperti yang dikutip dari AFP.

Forbes juga menilai, investasi asing terus menanjak setelah kepemimpinan Sri Mulyani di Departemen Keuangan. Wanita yang baru saja berulang tahun ke-47 ini juga dinilai gigih memberantas korupsi di birokrasi, menciptakan insentif pajak dan mempermudah UU Investasi.

Menurutnya, ada tiga faktor penggerak pertumbuhan ekonomi, yaitu fiskal, konsumsi, dan investasi. Jika mengandalkan fiskal, tampaknya berat karena utang pemerintah masih besar. Selain itu, adanya alokasi subsidi yang besar juga membuat ruang gerak mendorong pertumbuhan menjadi terbatas.

Dia menegaskan, investasi mutlak dibutuhkan Indonesia saat ini untuk menyokong pertumbuhan ekonomi. Indonesia tidak bisa lagi mengharapkan tingkat konsumsi dan kebijakan fiskal sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.

"Untuk mendorong peningkatan investasi, perlu adanya perbaikan iklim investasi dan infrastruktur yang memadai. Itu perlu dilakukan jika pemerintah ingin mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi," kata Sri Mulyani,

Di sisi lain, pemerintah tidak mungkin terus-menerus menggantungkan pertumbuhan ekonomi pada konsumsi. Jadi, untuk memacu pertumbuhan dengan cara menggerakkan sektor riil dan investasi diperlukan suatu iklim investasi yang baik. "Agar itu bisa berlangsung lama, diperlukan stabilitas makro ekonomi," ujar Sri Mulyani.

Presiden menjadikan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan dengan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, adalah pasangan yang ideal. Sri punya "platform" ekonom pasar bebas, sementara Hatta sebagai insinyur perminyakan (pertambangan) ITB yang berbasis pada ekonomi kerakyatan dengan berlatar belakang religius.

Semua itu dimaksudkan untuk menjadikan sistem ekonomi nasional menggunakan jalan tengah tanpa menyimpang norma agama.



Biodata

Nama: Dr. Sri Mulyani Indrawati

Lahir: Tanjung Karang, 26 Agustus 1962

Agama: Islam

Jabatan: - Plt menko Perekonomian KIB, Juni 2008-2009

- Menteri Keuangan KIB, Desember 2005-2009

-Menneg PPB/Kepala Bappenas, Oktober 2004-Desember 2005



Suami: Tonny Sumartono

Anak: Dewinta Illinia, Adwin Haryo Indrawan, dan Luqman Indra Pambudi

Pendidikan:

1981 - 1986 Universitas Indonesia Jakarta, Indonesia Sarjana Ekonomi

1988 - 1990 University of lllinois Urbana Champaign, U.S.A Master of Science of Policy Economics

1990 - 1992 University of lllinois Urbana-Champaign, U.S.A Ph. D of Economics

Spesialisasi Penelitian

- Ekonomi Makro

- Ekonomi Keuangan Negara/Publik

- Ekonomi Moneter dan Perbankan

- Ekonomi Tenaga Kerja



Jabatan Utama:

- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Kabinet Indonesia Bersatu

- Executive Director IMF mewakili 12 negara Asia Tenggara (2002-2004).

- Konsultan USAid di Atlanta, Georgia, Amerika Serikat (2001-2002)

- Dewan Ekonomi Nasional (1999-2001)(*)