Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mengirim sebanyak 120 aktivis dari sejumlah organisasi untuk kuliah pascasarjana ke Malaysia.
Sekretaris Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) NTB Sri Astuti di Mataram, Selasa, mengatakan 120 orang aktivis itu dinyatakan lulus setelah mengikuti serangkaian seleksi yang dipersyaratkan oleh tim seleksi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan LPP NTB.
"Mereka yang lulus ini dari berbagai organisasi aktivis di NTB, seperti HMI, KAMMI, PMII. Bahkan yang lulus ini ada dari aktivis Karang Taruna," ujarnya.
Sri menjelaskan, ide awal dari program beasiswa bagi aktivis itu merupakan rencana Gubernur NTB untuk memberikan kesempatan pada para aktivis yang selama ini melakukan aksi unjuk rasa untuk dapat mencerdaskan ilmu dan kemampuan akademik mereka.
"Kita tidak ingin aktivis itu kerjanya hanya demo. Ini cara kita mencerdaskan aktivis melalui program pendidikan ke luar negeri. Tapi ini seleksi terbuka untuk semua aktivis yang memiliki aktivitas di NTB," jelas Tuti.
Selain itu, kata dia, program seleksi reguler yang dilakukan oleh pihaknya melalui website yang ada justru minim peminat. Karena itu, pola seleksi yang dilakukan untuk penjaringan beasiswa aktivis agak dibuat sedikit mudah. Yakni, semua tahapan dilakukan menggunakan Bahasa Indonesia.
"Jadi fokus seleksi diutamakan pada kemampuan mereka. Tapi tetap tahapannya tetap sama kayak seleksi mahasiswa ke luar negeri selama ini," ucapnya.
Menurut dia, proses penjaringan untuk studi magister Pascasarjana (S-2) ke Malaysia dilakukan pada tanggal 30-31 Mei 2019. Sedangkan, proses pendaftaran sudah dilakukan 10 Oktober 2018.
Teknisnya, LPP selaku lembaga harian pelaksana yang digandeng pemprov melakukan seleksi terhadap 415 orang mahasiswa yang mendaftar. Setelah itu, dilakukan seleksi berkas dan ditetapkan sebanyak 253 orang yang berhak mengikuti tes wawancara dan ditetapkan 120 orang lulus untuk melanjutkan kuliah ke Malaysia.
"Mereka yang ikut ini tidak dibebankan kepada tes Bahasa Inggris atau tes Toefel," terang Sri Hastuti yang didampingi Staf Khusus Gubernur Firman dan Kabag Pemberitaan Hj Hasniwati.
Meski demikian, sambungnya, khusus tes kemampuan Bahasa Inggris yang diukur melalui nilai IELS/Toefel IBT untuk siswa yang biasanya melanjutkan studi Pelaksanaan Malaysia University English Test (MUET) dapat dilakukan di Mataram dan tidak sampai di negara Malaysia.
"Kenapa kita bisa lakukan di sini, karena kita punya kerja sama dengan Kementerian Pendidikan Malaysia, sehingga MUET bisa dilakukan di Mataram dengan biaya hanya sebesar Rp1,1 juta dari biaya sebenarnya mencapai Rp3 juta per orangnya," jelas Sri.
Lebih lanjut, terkait kuota awal sebanyak 20 orang untuk beasiswa ke Malaysia. Menurut Sri, setelah melakukan berbagai pertimbangan, maka kuota yang ada tersebut dipastikan akan ditambah dengan pola pemberangkatan bertahap.
"Yang pasti, mahasiswa beasiswa studi S-2 untuk aktifis ke Malaysia ini semua biayanya. Mulai dari pemberangkatan, studi, visa dan kos mereka kita tanggung. Bahkan, selama di sana kita akan dampingi untuk terus kita lakukan monitoring hingga kepulangannya," katanya.