Lombok Timur (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencanangkan, gerakan konsumsi garam beryodium generik beryodium demi pencapaian target 90 persen cakupan konsumsi garam iodisasi pada tahun 2010.
Pencanangan gerakan konsumsi garam beryodium generik yang terpusat di Kabupaten Lombok Timur, Sabtu, itu didukung oleh lembaga PBB urusan anak-anak (Unicef).
Garam beryodium generik merupakan garam rakyat yang tidak diserap industri sehingga diyodisasi langsung di ladang dan di gudang penyimpanan agar menjadi garam beryodium.
Setelah diyodisasi, dikemas dalam karung berlabel garam beryodium generik mengandung 40 PPM Kalium Yodat.
Selanjutnya garam beryodium generik itu dipasarkan hingga ke pelosok desa disertai pengawasan terhadap implementasi berbagai regulasi yang mengatur tentang garam beryodium.
Asisten III Setda NTB, Lalu Sanusi, yang mewakili Gubernur NTB pada acara pecanangan itu mengatakan, cakupan konsumsi garam beryodium di wilayah NTB masih sangat mengkhawatirkan.
Data versi Badan Pusat Stastistik (BPS), hingga kini cakupan konsumsi garam iodisasi pada tingkat rumah tangga di wilayah NTB, baru 34 persen atau belum setengah dari target propeda.
Meskipun, dalam lima tahun terakhir ini terjadi peningkatan konsumsi garam iodisasi yang cukup signifikan yakni meningkat dari 21,45 persen di tahun 2003 menjadi 30,39 persen di tahun 2006 dan sampai akhir tahun 2007 baru mencapai 34 persen.
Pada kondisi cakupan garam iodisasi 34 persen itu, masih banyak masyarakat NTB yang mengalami Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) seperti menderita penyakit gondok dan gangguan pertumbuhan.
"Rendahnya konsumsi garam beryodium itu juga diakibatkan oleh masih banyaknya garam lokal yang belum diserap industri sehingga masih tetap diperdagangkan secara bebas tanpa mempedulikan undang undang perlindungan konsumen, undang undang kesehatan dan inpres garam beryodium," ujarnya.
Sementara upaya nyata yang ditempuh dinas teknis terkait di jajaran Pemerintah Provinsi NTB yakni penertiban peraturan daerah (perda) yang melarang beredarnya garam beryodium untuk dikonsumsi manusia dan ternak.
Hal itu dimaksudkan untuk menghindarkan masyarakat dari risiko mengidap Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) seperti pembesaran kelenjar gondok dan kretin (terbelakang), abortus, lahir mati dan cacat bawaan, serta cakupan konsumsi garam yang dapat mencapai 90 persen di tahun 2010.
"Pencanangan gerakan konsumsi garam beryodium ini merupakan salah satu strategi lain yang dikembangkan untuk meningkatkan cakupan konsumsi garam yang dikehendaki," ujar Sanusi.(*)