BUDIDAYA PERIKANAN ANGKAT PEREKONOMIAN NELAYAN NTB Oleh Masnun

id

BUDIDAYA PERIKANAN ANGKAT PEREKONOMIAN NELAYAN NTB Oleh Masnun

Mataram, (ANTARA) - Kehidupan sebagian petani nelayan di Nusa Tenggara Barat (NTB) identik dengan kemiskinan dan lekat dengan kondisi serba kekurangan, mereka selalu bergelut dengan berbagai persoalan kehidupan, karena sumber penghasilan mereka senantiasa tergantung dari kondisi alam.
{jpg*2}
Di kalangan warga desa pesisir di NTB dikenal istilah "piring terbang" . Ketika tiba musim barat perabotan rumah tangga terpaksa dilego untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena mereka tidak bisa melaut. Inilah potret kehidupan sebagian besar nelayan di daerah ini.
Kondisi yang cukup memprihatinkan ini mengundang perhatian Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB, karena itu berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya petani kecil dan nelayan, di antaranya melalui pengembangan budidaya perikanan baik budidaya perairan laut maupun perairan darat atau perairan air tawar.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, H Muhammad Ali Syahdan mengakui kondisi kehidupan sebagian masyarakat di daerah ini serba kekurangan terutama dari segi ekonomi, karena itu dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2009-2013 telah ditetapkan berbagai program guna meningkatkan perekonomian para nelayan.
Dalam rencana kerja tahun 2009 Dinas Perikanan dan Kelautan NTB telah menetapkan program strategis bidang keluatn dan perikanan, antara lain pengembangan sumberdaya perikanan dengan prioritas kegiatan mengembangkan kawasan budidaya laut, budidaya air tawar dan budidaya air payau.
Program strategis tersebut dihajatkan untuk meningkatkan skala usaha budidaya laut, darat atau air tawar dan air payau. Nampaknya upaya ini mampu mendongkrak perekonomian sebagian petani nelayan terutama yang ada di desa pesisir.
"Kini pendapatan perkapita nelayan NTB mulai meningkat menjadi Rp3,72 juta per kapita per tahun, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar Rp1,5 juta per kapita per tahun, namun kita masih harus kerja keras untuk meningkatkan pendapatan perkapita petani dan nelayan di daerah ini," ujarnya.

Budidaya rumput laut
Menurut Ali, usaha budidaya yang cukup berhasil meningkatkan perekonomian masyarakat NTB adalah budidaya rumput laut, hingga akhir tahun 2009 tercatat 256 desa pesisir menjadi sentra pengembangan komoditi tersebut, usaha ini cukup berhasil meningkatkan pendapatan petani nelayan.
{jpg*3}
Ia mengatakan, usaha budidaya rumput laut telah terbukti meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir di Provinsi NTB, karena harga komoditi ini cukup tinggi terutama di pasar luar negeri dan permintaan terus meningkat setiap tahun.
Pendapatan petani yang mengelola usaha budidaya rumput laut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nelayan lainnya, bahkan pada panen raya belum lama ini para nelayan di sejumlah sentra budidaya rumput laut ramai-ramai membeli sepeda motor.
"Ketika panen raya rumput laut belum lama ini petani rumput laut di Teluk Ekas, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, memborong 89 sepeda motor, kebetulan saat panen tersebut harga komoditi tersebut mencapai Rp18.000 per kilogram," katanya pada jumpa pers evaluasi akhir tahun 2009.
Demikian juga di Desa Kertasari, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), yang dipercaya mengambil kredit sepeda motor adalah para petani rumput laut, karena pihak dealer menilai usaha mereka cukup berhasil, sehingga ada jaminan untuk membayar angsuran setiap bulan.
Potensi areal budidaya rumput laut di NTB mencapai 23.000 ha yang tersebar di sembilan kabuparten/kota. Hingga kini yang telah dimanfaatkan baru 6.700 ha dengan produksi 100.000 ton lebih rumput laut kering per tahun dan yang dikembangkan para petani adalah rumput laut jenis Eucheuma Cottonii.
Komoditi rumput laut hingga kini telah dikembangkan di 246 desa di NTB, sentra pengembangan rumput laut di Pulau Lombok, antara lain di kawasan Teluk Ekas dan Serewe, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur dan pantai Gerupuk serta Kuta, Lombok Tengah dan di Desa Pengantap Kecamatan Sekotong Tengah, Lombok Barat.
Sentra pengembangan rumput laut Pulau Sumbawa, antara lain di Kecamatan Tarano dan di Pulau Medang yang merupakan pulau terluar di NTB serta di Kabupaten Dompu dikembangkan di tiga dusun dengan luas areal 800 ha.
Sementara di Kabupaten Bima ada tiga lokasi sentra rumput laut, yakni Teluk Waworada, Sape dan Kecamatan Wera serta di Teluk Bima, Kota Bima.
"Usaha budidaya rumput laut cukup menguntungkan, dari areal seluas 10 hari menghasilkan 70 kilogram per hari, kami akan terus berupaya membina petani guna meningkatkan volume maupun mutu produksi," katanya.
Kini para petani rumput laut di NTB makin termotivasi untuk mengembangkan komoditi tersebut setelah mereka mengetahui usaha budidaya paling banyak diekspor ke berbagai negara.
Bahkan rumput laut merupakan produk Indonesia yang menempati urutan pertama ekspor komodias perikanan dan kelautan di dunia, karena itu tidak mengherankan jika produksinya terus mengalami peningkatan dari hanya 32.000 ton lebih di tahun 2006 menjadi 60.000 ton lebih di tahun 2007 dan hampir 70 ribu ton di tahun 2008 serta 100 ribu ton di tahun 2009.
Karena itu Pemprov NTB telah mencanangkan gerakan masyarakat pesisir berbasis rumput laut dengan target produksi pada tahun 2013 sebanyak 546.626,40 ton rumput laut kering berkualitas ekspor.
"Provinsi NTB berpotensi menghasilkan 800.000 ton rumput laut kering dari real seluas 41.000 hektare, kami mengharapkan produksi rumput laut di daerah ini terus meningkat hingga mencapai target maksimal 800.000 ton sesuai potensi yang ada dan untuk mencapai target tersebut sentra-sentra produksi diperbanyak," ujarnya.
Hingga kini jumlah petani nelayan rumput laut sudah mencapai 6.000 orang yang tersebar di hampir seluruh kabupaten/kota di NTB kecuali Kota Mataram dan akan terus diupayakan semakin bertambah demi pencapaian target maksimal.

Budidaya air tawar
Menurut Ali, usaha lainnya yang mampu meningkatkan pendapatan petani adalah budidaya air tawar dengan komoditi ikan nila, karper dan lele dan Kabupaten Lombok Barat serta Kota Mataram ditetapkan sebagai pusat pengembangan usaha budidaya air tawar.
{jpg*4}
Di sejumlah wilayah Kota Mataram cukup banyak petani yang mengelola usaha budidaya ikan nila dan karper, antara lain di Sayang-Sayang, sementara di Lombok Barat paling banyak di Kecamatan Lingsar dan Narmada.
Ia mengatakan, Kota Mataram dan Lombok Barat cocok untuk pengembangan budidaya ikan air tawar terutama nila, karper dan lele, karena air tidak pernah kering kendati terjadi kemarau panjang.
"Saat ini petani di Kota Mataram dan Lombok Barat sedang 'demam' usaha budiaya ikan nila baik di kolam maupun keramba, karena permintaan komoditas tersebut terus meningkat," katanya pada acara jumpa pers evaluasi akhir tahun 2009.
Permintaan ikan nila di pasar tradisional di Kota Mataram dan Lombok Barat cukup tinggi, demikian juga untuk kolam pemancingan cukup banyak membutuhkan ikan nila dan karper.
Di Kota Mataram terdapat belasan kolam pemancingan yang setiap hari dibanjiri para pemancing maniak, sehingga ada yang buka siang dan malam, karena usaha ini cukup menguntungkan. Sejumlah pengelola kolam pemancingan meraup keuntungan antara Rp50.000 hingga Rp150,000 per hari.
Seorang pengelola usaha pemancingan di Mataram, Muhammad Nur mengaku kewalahan melayani para pemancing maniak, karena setiap hari puluhan pemancing datang, namun daya tampung kolam relatif terbatas.
"Dengan kolam pemancingan seluas kurang dari satu are saya meraih keuntungan setiap hari minimal Rp50.000 dan jika ikan banyak yang naik bisa mencapai Rp150.000 per hari," katanya.
Keuntungan cukup menggiurkan itu juga diakui sejumlah pengelola usaha budidaya air tawar di Kota Mataram dan Lombok Barat.
Pengelola usaha budidaya ikan nila dan karper di Dusun Embung Pas, Desa Sigrongan, Kecamatan Lingsar, Nursani , mengaku dari dua petak kolam budidaya yang dikelolanya ia mendapat bagian keuntungan mencapai Rp6 juta untuk sekali panen dengan masa pemeliharaan selama dua hingga tiga bulan.
Di kompeks budidaya ikan nila dan karper di Embung Pas, Desa Sigrongan yang luasnya sekitar 5 ha terdapat puluhan petak kolam yang mampu memproduksi ribuan ton setiap tiga bulan.
Karena itu tidak mengherankan harga tanah di lokasi tersebut cukup tinggi mencapai 35 juta per are terutama yang telah dibuat kolam dan yang belum ada kolam harganya Rp20 juta per are.
Selain ikan nila dan karper, usaha budidaya ikan air tawar lain yang dikembangkan petani di Pulau Lombok adalah ikan lele dengan menggunakan lahan marginal, namun hasilnya cukup besar.
"Kami menganjurkan petani untuk memproduksi ikan lele sebanyak-banyaknya, karena permintaan khususnya di Pulau Sumbawa cukup banyak dan harganya mahal mencapai Rp20.000 hingga Rp21.000 per kilogram, sementara di Kota Mataram hanya Rp11.000 per kg," katanya. (*)
(FOTO: ANTARAMataram.com/Masnun)


KETERANGAN: Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan memberikan pakan pada ikan yang dibudidayakan petani di kompleks kolam ikan Embung Pas, Kecamatan Lingsarm Kabupaten Lombok Barat.

Pengelola kolam budiaya ikan nila, Nursani (50) memberikan pakan ikan di kompleks kolam ikan nika di Embung Pas Kecamatan Lingsar, Lombok Barat.

Seorang perempuan pengelola kolam ikan nilai di Embung Pas sedang menjemur ikan.