Komisi III mempertanyakan sikap Kejaksaan terkait kasus Semanggi 1-2

id Komisi III DPR,Jaksa Agung,Semanggi 1 dan 2

Komisi III mempertanyakan sikap Kejaksaan terkait kasus Semanggi 1-2

Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) yang juga ibu Bernardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan, korban penembakan Tragedi Semanggi I Maria Catarina Sumarsih (kanan) bersama suaminya menaburkan bunga saat peringatan 21 tahun tragedi Semanggi I di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, Rabu (13/11/2019). Pada peringatan 21 tahun tragedi semanggi I, sejumlah aktivis dari berbagai elemen bersama keluarga korban tragedi semanggi I menuntut pemerintah periode kedua Presiden Joko Widodo dan jajaran kabinet Indonesia Maju untuk segera melakukan penuntasan kasus tersebut yang selama ini masih terkatung-katung. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/pras.

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mempertanyakan pernyataan Jaksa Agung ST. Burhanuddin bahwa kasus Semanggi 1 dan 2 bukan termasuk kasus HAM berat dan terhambat penanganannya karena merujuk keputusan DPR periode 1999-2004 yang dikeluarkan pada Juli 2001.

"Kita melihat adanya fakta di 2001 ada keputusan politik, lalu di 2002 ada satu hasil dari proses hukum, maka saya berharap Kejaksaan tidak bersandar pada keputusan politik saja," kata Taufik Basari dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR dengan Kejaksaan, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

Dia mengatakan meskipun ada keputusan DPR terkait Semanggi 1 dan 2, namun fakta lainnya adalah pada 20 Maret 2020, Komnas HAM mengeluarkan laporan akhirnya yang mengumumkan bahwa telah terjadi kejahatan kemanusiaan dalam peristiwa Trisakti, Semanggi 1 dan Semanggi 2.

Menurut dia pernyataan Komnas HAM itu adalah hasil yang diperoleh dari penyelidikan pro-justisia berdasarkan UU.

"Saat ini proses penyelidikan dan penyampaian berkas memang bolak balik dan masih berjalan. Saya minta Jaksa Agung tidak berhenti di sana, tidak berarti karena ada keputusan politik maka kasus-kasus tersebut tidak bisa dilanjutkan, jadi tetap kita buka ini," ujarnya.

Dia mengatakan pada 2001, ada dua mayoritas pandangan terkait kasus Semanggi 1 dan 2, pertama bukan pelanggaran HAM berat, kedua ingin mengarahkan kasus tersebut kepada pengadilan biasa dan militer.

Namun menurut dia, dalam kenyataannya, pengadilan biasa dan militer juga tidak ada penuntasan sama sekali.

"Kita ingin tahu seperti apa yang terjadi dalam kasus Semanggi satu dan dua agar hak publik untuk tahu harus terpenuhi," katanya.

Taufik Basari juga meminta ada komunikasi yang naik antara Jaksa Agung dengan Komnas HAM yang bisa difasilitasi Komisi III DPR untuk mencari jalan keluar karena kita ingin ada penyelesaian kasus Semanggi 1 dan 2.

Menurut dia, kalau ada sebuah pelanggaran HAM dan sebuah peristiwa serius yang terjadi di masa lalu lalu tidak terselesaikan maka negara akan mengarah pada impunitas yaitu ada kejahatan tanpa penyelesaian.

Jaksa Agung S.T Burhanuddin mengatakan bahwa pihaknya hanya menyampaikan ada rekomendasi DPR terkait kasus Semanggi 1 dan 2, dan Kejaksaan siap untuk menuntaskan perkara tersebut

"Namun dengan satu catatan bahwa perkara sudah memenuhi syarat formil dan materil, itu yang bagi kami, kami tidak berbalik kemana-mana," katanya.

Menurut dia, kalau ada berkas, pihaknya akan lakukan penelitian apakah memenuhi syarat materil dan formil.

Dia ingin perkara tersebut tuntas agar tidak jadi beban dan dirinya akan kerja sama dengan Komnas HAM yang kemungkinan nanti difasilitasi Menkopolhukam,

"Kami ingin menuntaskan ini dan tidak ada keinginan untuk memilah ini masuk ke sini apakah ini masuk sini, insya Allah kami mohon dukungannya," katanya.