MUNGKINKAH NTB JADI TARGET TERORIS? Oleh Anwar Maga

id

Mataram, 24/12 (ANTARA) - Awal Desember lalu Detasemen Khusus Anti Teror Mabes Polri menangkap Muja-hidul Haq alias Abu Sonco alias Uqbah alias Mujahid, yang diduga terlibat jaringan terorisme di Nanggroe Aceh Darussalam.

Mujahid yang berusia 30 tahun itu ditangkap di Bima, wilayah paling timur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), kemudian dibawa ke Markas Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, untuk diinterogasi lebih lanjut.

Pria yang disebut-sebut Bendahara Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) itu "diculik" saat akan pulang dari pengajian, Jumat (3/12) malam.

Sumber lain menyatakan Mujahid yang berdomisili di RT02 RW05, Lingkungan Melayu, Kecamatan Asa, Kabupaten Bima itu, ditangkap saat sedang mengisi angin ban sepeda motornya di bengkel Presban Timur, depan Gereja Katolik Bima.

Mujahid merupakan alumnus Pondok Pesantren Nurul Suhada, Solo, kemudian mengajar di Pondok Pesantren Umar Bin Khatab, Bolo, Kabupaten Bima, dan tercatat sebagai guru honorer di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tolobali, Bima.

Tentu saja, penangkapan Mujahid menimbulkan aksi protes sanak keluarganya yang mendatangi kantor Polsek Asa Kota. Ayahnya Abdul Wahab, dan anggota Jamaah Anshorut Tauhid lainnya kemudian mencari keberadaan Mujahid dan mempertanyakan alasan penangkapan tersebut, meski tidak mendapatkan penjelasan apa pun dari pihak kepolisian.

Versi polisi, beberapa waktu lalu Mujahid terindikasi sebagai penyokong dana bagi Ubaid dan kawan-kawan yang melakukan pelatihan militer di Jalin, Jantho, Aceh Besar. Dikabarkan Mujahid menyerahkan dana sebesar Rp60 juta kepada Ubaid selaku bendahara pelatihan teroris.

Ubaid lebih dulu ditangkap polisi, dan upaya penggerebekan pelatihan militer ilegal di Aceh terus dilakukan sepanjang tahun ini hingga berbuntut penangkapan Mujahid.

Polisi menduga kelompok tersebut berencana melakukan serangkaian serangan teror terhadap sejumlah objek vital dan pejabat negara.

Konsep serangannya "close enemies" yang kini dikembangkan kelompok itu untuk melawan pemerintah yang dianggap sebagai penghalang terbesar perjuangan mereka.

Kapolda NTB Brigjen Polisi Arief Wachyunadi, mengatakan, Mujahid merupakan bagian dari jaringan teroris dan terindikasi sebagai penyokong dana dan layak dijerat Undang Undang Terorisme.

"MH (Mujahid, Red) itu penyokong dana, membantu melakukan, dan itu indikasi, tapi sebatas memberikan dukungan anggaran. Mungkin saja dia juga tidak tahu peruntukannya dana yang disokongnya itu ternyata untuk kejahatan, sehingga perlu juga diwaspadai," ujarnya.

Wachyunadi mengilustrasikan sikap waspada terhadap pergerakan Mujahid antara lain berupa peningkatan komunikasi dengannya, dan kegiatan pembinaan lainnya, agar tidak terlibat dalam aktivitas jaringan terorisme.

Jenderal polisi berbintang satu itu juga mengungkapkan upayanya mewaspadai pergerakan para mantan teroris yang sudah selesai menjalani masa hukumannya, dan kini kembali membaur dengan kehidupan masyarakat.

"Waspadailah pergerakan mantan-mantan teroris, yang mungkin saja beraksi kembali dan mungkin juga itu ada di daerah ini," kata Wachyunadi, usai memimpin upacara gelar pasukan di Lapangan Gadjah Mada Polda NTB, di Mataram, Kamis (23/12).

Gelar pasukan itu mengawali Operasi Lilin Rinjani Tambora (Rintam) 2010 akan berlangsung selama 10 hari, terhitung 24 Desember 2010 hingga 2 Januari 2011.

Operasi Lilin Rintam 2010 itu melibatkan 2.013 orang personil polri, dan seratusan personil TNI dan perlindungan masyarakat (linmas).

"Biasanya di daerah lain, tetapi siapa satu mereka (mantan teroris) itu muncul di sini, jalan-jalan ke sini," ujar Wachyunadi.

Terbesit kekhawatiran di wajah perwira tinggi polisi itu ketika menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap bahaya aksi-aksi terorisme di wilayah hukum Polda NTB.

Ia pun meminta semua komponen masyarakat termasuk para pekerja pers untuk membantu menginformasikan hal-hal yang mencurigakan terkait aksi-aksi terorisme.

Polda NTB sendiri telah membentuk tim khusus pengawasan pergerakan teroris sekaligus mengamankan obyek vital dan lokasi yang sering dikunjungi wisatawan mancanegara.

Tim khusus pengawasan teroris itu terdiri dari dua bagian yakni Satuan Tugas (Satgas) Intel dan Satgas Preventif yang dipimpin oleh perwira menengah.

Tim khusus itu pun sudah pernah mengidentifikasi daerah-daerah yang memungkinkan dijadikan tempat persembunyian para pelaku teroris, selain memetakan potensi pergerakan para teroris yang langsung ditindaklanjuti dengan upaya pemeriksaan ketat terhadap setiap orang dan kendaraan bermotor yang melintasi lokasi-lokasi strategis itu.

Tim khusus pengawasan teroris Polda NTB itu juga meningkatkan koordinasi dengan jajaran Kepolisian Resort (Polres) dan Kepolisian Sektor (Polsek) untuk menciptakan kondisi keamanan yang bebas dari ancaman teror bom.



Benda mencurigakan

Entah kebetulan atau sudah direncanakan pihak tertentu, permintaan Kapolda NTB agar masyarakat membantu menginformasikan hal-hal mencurigakan, mulai terwujud.

Pada Jumat (24/12) sekitar pukul 07.00 Wita, seorang warga yang berprofesi tukang ojek menginformasikan penemuan benda mencurigakan.

Tukang ojek yang mengaku bernama Mukhsin itu menemukan empat unit kardus di depan bangunan baru rumah toko (roko) yang terletak di ujung jalan lingkar Turida, Kecamatan Sandubaya.

Empat unit kardus itu bertuliskan "Natal bersama tuhan sambut kebangkitan, kejayaan, kebersamaan dan keabadian umat Kristiani".

Kardus berisi itu tidak tercantum identitas pengirim namun tertulis alamat pengirim di Jalan Subak Kota Mataram. Tujuannya dialamatkan ke Polres Kota Bima dan Polres Kabupaten Bima.

Mukhsin dan rekannya sesama tukang ojek mencurigai kardus-kardus itu sehingga melaporkannya kepada aparat kepolisian.

Hanya hitungan menit, aparat Polres Mataram meluncur ke lokasi, namun terpaksa meminta bantuan Tim Gegana Brimob Polda NTB untuk menangani kardus-kardus itu.

Berbekal alat pendeteksi bom, tim Gegana kemudian melakukan pemeriksaan dan pengambilan gambar hingga melakukan peledakan untuk menguji kebenaran dugaan adanya bahan peledak.

Suara ledakan tidak terdengar melengking, namun minuman ringan seperti Frutea dan Fanta berserakan, dan langsung diserbu warga yang menyaksikan aksi "penjinakan bom" itu.

Kapolres Mataram AKBP I Nyoman Sukena dan Kepala Satuan (Kasat) Brimob Polda NTB AKBP Taufik Hidayat, juga menyaksikan aksi itu.

Namun, Sukena maupun Hidayat belum bisa memastikan kardus-kardus itu berindikasi aksi teror atau hanya kebetulan berada di lokasi itu atau memang merupakan benda yang diperuntukkan sebagai hadiah saat perayaan Natal.

Adakah kaitannya dengan ketidakpuasaan pihak tertentu terhadap polisi yang menangkap Mujahid dengan dalih terlibat jaringan terorisme di Aceh?. Apakah tulisan Polres dan Polresta Bima hanya kebetulan saja?. Belum jelas.

"Belum tahu, kami sudah cek kebenaran alamat tujuan ternyata tidak benar. Alamat pengirim juga fiktif. Kami belum tahu apa motif pelaku menaruh kardus berisi minuman tersebut di pinggir jalan yang sepi. Tapi yang jelas ini bukan ke gereja," ujar Sukena.

Meskipun hanya sebatas kardus-kardus berisi minuman ringan, polisi tetap menyelidiki motif dibalik penemuan kardus-kardus tersebut. Dua orang tukang ojek yang lebih dulu menemukan kardus-kardus itu juga dimintai keterangannya di kantor polisi.

Tim Gegana Brimon Polda NTB pun membawa sampel kardus dan minuman itu ke markas mereka untuk diteliti lebih lanjut.

Kapolsek Cakranegara yang membawahi Kecamatan Sandubaya, tempat penemuan kardus-kardus yang semula dicurigai berisi bom itu, menilai positif terhadap sikap warga yang antusias melaporkan temuan-temuan mencurigakan di tempat-tempat umum.

"Itu bagus, masyarakat sadar dan mau melaporkan kepada polisi ketika menemukan benda yang dicurigai. Kalau tidak dilaporkan dan jika tidak dideteksi dengan peralatan jihandak, tentu belum tahu isinya minuman atau apa. Bagaimana kalau itu bom?" ujarnya dengan nada tanya. (*)