PEMKOT MATARAM TUNTASKAN POLEMIK SEKOLAH PERBATASAN SETELAH UN

id

     Mataram (ANTARA) - Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, akan menyelesaikan polemik status tujuh sekolah yang berada di perbatasan Lombok Barat dengan ibu kota provinsi itu, usai pelaksanaan ujian nasional.

     "Persoalan itu sudah dilaporkan ke wali kota. Kami akan selesaikan setelah proses Ujian Nasional (UN) berakhir, agar tidak mengganggu persiapan siswa yang menjadi peserta UN," kata Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Mataram, H. Zaenal Arifin, di Mataram (13/4).     Seperti diketahui, sebanyak tujuh sekolah yaitu Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Kuranji, SDN 4 Kuranji, SDN 3 Dasan Tereng, SDN 1 sampai 5 Bajur, yang dulunya dikelola Lombok Barat, mulai 28 Februari 2011 masuk wilayah Kota Mataram, karena kelurahan tempat sekolah itu berdiri memilih bergabung dengan Kota Mataram.

     Namun, peralihan status guru di seluruh sekolah tersebut hingga saat ini masih belum diselesaikan baik oleh Pemerintah Kota Mataram maupun Pemerintah Kabupaten Lombok Barat. Bahkan, para guru itu masih mengambil gaji dan tunjangannya di Lombok Barat.

     Zaenal mengatakan, pihaknya belum berani mengambil kebijakan karena belum adanya perintah resmi dari Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh, tentang pengelolaan ketujuh sekolah limpahan dari Lombok Barat.

     "Sampai sekarang ini belum ada instruksi resmi dari wali kota. Tapi bukan, berarti kami diam. Kami ini adalah pelaksana. Kalau wali kota memerintahkan untuk diurus, kami akan langsung mengurus," ujarnya.

     Ia juga mengaku tidak mengetahui secara pasti kesepakatan antara Pemerintah Kota Mataram dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, mengenai peralihan hak pengelolaan atas ketujuh sekolah tersebut.

     Meskipun demikian, kata dia, pihaknya akan tetap fokus untuk menyelesaikan persoalan status dan nasib para tenaga pendidik yang mengajar di tujuh sekolah dasar itu, namun setelah pelaksanaan UN.

     Hal itu ditempuh agar tidak mengganggu konsentrasi siswa dan guru, terlebih lagi siswa kelas VI di tujuh sekolah itu sudah didaftarkan sebagai peserta UN tahun ajaran 2010/2011 di Dinas Dikpora Lombok Barat.

     "Kami tidak ingin gara-gara persoalan status sekolah yang belum jelas, siswa menjadi korban. Penyelesaian masalah ini tetap menjadi prioritas kami, karena bagaimanapun sekolah itu sudah masuk menjadi bagian Dinas Dikpora Kota Mataram," ujarnya.

     Selain tujuh SDN, kata Zaenal, satu aset Lombok Barat yakni gedung pusat kesehatan pembantu (Pustu) juga sudah masuk di wilayah administratif Kota Mataram, namun gedung tersebut hingga saat ini belum terurus karena status yang juga belum jelas. (*)