NASABAH PT.FIF SUMBAWA BARAT KEBERATAN LAYANAN '

id

Sumbawa Barat, NTB, 17/6 (ANTARA)- Pasangan suami istri di Sumbawa Barat Nusa Tenggara Barat keberatan dan melayangkan  surat protes kepada lembaga pembiayaan kredit, PT.Federal International Finance (PT.FIF) Cabang Taliwang lantaran dirugikan dan merasa dilecehkan oleh sistem penagihan yang dilakukan petugas Depcollector (penagih) perusahaan tersebut.

       Andy (27) dan istrinya Tety Kayanti (27), warga Desa seteluk Atas Kecamatan Seteluk melayangkan surat keberatan pada Kamis, 16 Juni 2011 kepada perusahaan pembiayaan itu lantaran tindakan  tidak etis  layanan petugas PT.FIF yang melakukan penagihan sembari mengeluarkan kata-kata menyinggung dikantor dimana nasabah tersebut bekerja.

     “ Surat keberatan kami tidak direspon dalam dua kali 24 jam. Kami hanya menuntut permohonan maaf sesuai ketentuan Undang-undang No. 4 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,” terangnya, dalam keterangan Persnya, yang diterima ANTARA, Senin (20/6).

       Pasangan ini mengaku hak-haknya sebagai konsumen diabaikan dan tidak diperhatikan dengan layak oleh penyedia jasa kredit (PT.FIF). Padahal, sesuai ketentuan pasal 4 poin b undang-undang tersebut menerangkan keberatan konsumen wajib dihargai dan dilayani dengan nyaman.

    Dipoin a pasal itu juga menerangkan bahwa konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

    Poin b mengatur konsumen  berhak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

    Selanjutnya poin c konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, poin d konsumen berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan, serta masih banyak ketentuan lain dalam pasal tersebut.

      Tety Kayanti nasabah FIF mengaku, ia didatangi petugas penagih yang belakangan namanya baru diketahui Ns. Ns, datang  pada pukul, 11.00 wita langsung bertemu dengan nasabah dan  memperkankan diri dari FIF dikantornya.

       Setelah bertemu dan menyanyakan nasabah bersangkutan, Ns langsung  menuduh dan mengatakan “ ibu berpura-pura ya?”  menyela  seolah menuding mencari alasan. Sesaat setelah itu, NS langsung  menyela jawaban nasaban dengan pertanyaan interogasi, “ Ibu ambil apa di FIF..?”.

     “ Terus terang pak saya shok dan malu. Saya merasa diinterogasi. Saya dan suami jelas-jelas mengatakan kepada petugas penagih sebelumnya bahwa kami siap membayar denda termasuk sita jaminan jika kita terlambat (angsuran telat dua bulan). Ns petugas penagih yang tidak dikenal sebelumnya. Petugas tidak berhak menilai kami apalagi menuduh dengan alasan apapun. Setahu kami,  setiap perjanjian, jika terlambat dikenakan denda. Jika  tidak bayar disita jaminan. Tidak ada yang menjelaskan bahwa nasabah bebas dituduh dengan kata-kata menyinggung  jika telat. Saat ini kami sudah melunasi seluruh tagihan  dengan denda,” keluhnya.

       Suami nasabah mengaku menerima perlakuan yang kurang etis  ketika, Ns petugas tersebut menelepon menanyakan dan membantah bahwa  kasus itu tidak benar. Ia menuduh suami korban terlalu mempercayai perkataan istri dan menantang nasabah untuk datang kekantor dan meminta dipanggilkan saksi-saksi.

       “ Saya kecewa dan sakit. Tidak sepantasnya surat kami dibalas dengan cara demikian. Undang-undang mengatur bagaimana memperlakukan konsumen, demikian juga kewajiban konsumen,” terang andy,  kepada wartawan, menyayangkan.

       Bersama  istri, ia tercatat telah lima tahun menjadi nasabah perusahaan tersebut ketika keduanya melunasi dua kendaraan roda dua tanpa masalah. Ia berharap lembaga finance mengedepankan etika dan menghargai konsumen.

      “ Konsumen nomor satu, kami beri keuntungan dan selayaknya kami diperlakukan baik. Kami hanya menuntut hak. Bukan tidak mungkin nasib yang sama banyak juga dialami nasabah lainnya,”  demikian, Andy.

       Sementaara itu, manager PT.FIF cabang Taliwang, Ikhsan, menolak memberikan keterangan atas kejadian ini. Namun petugas setempat mengatakan  surat klarifikasi telah dibuat namun belum dikirimkan.

        Terhadap kelalaian dan kurang respons cepat pihak FIF Taliwang, pasangan suami istri ini melayangkan laporannya ke Yayasan lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) di Mataram.

        Sementara itu, Komisi II DPRD Sumbawa Barat yang membidangi keuangan dan perdagangan, Sahril Amin mengatakan, hukum telah mengatur perlindungan terhadap para konsumen. Sahril mengaku ada banyak kasus serupa terjadi ditengah-tengah masyarakat.

       “ Tidak hanya perlakuan terhadap konsumen, tapi  mulai dari sistem kontrak perjanjian ‘FIDUSIA’ (perjanjian kredit pembiayaan) juga harus diluruskan. Undang-undang mengatur, kami akan menelusuri kasus dan membahas khusus, sebab ini juga menyangkut  jaminan hak-hak nasabah dan transaksi keuangan, jangan sampai merugikan,” katanya.

    Laporan sebuah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Perjuangan yang berkedudukan di jalan Brigjen Katamso 24 (Panti Marhaen) Semarang no telepon 024 - 841 8102, email  lbhperjuangan@gmail.com, menerangkan  kejadian serupa ternyata marak terjadi di beberapa wilayah Indonesia.

    Maraknya perusahaan pembiayaan atau yang lazim disebut finance, merupakan jawaban (sementara) atas kebutuhan masyarakat yang berkeinginan memiliki sesuatu tidak bisa beli kontan mengambil jalan pintas, beli secara kredit.

   Perusahaan finance dianggap  memberikan solusi positif bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Masyarakat merasa terbantu, yaitu “cukup” dengan uang muka, motor/ mobilpun sudah bisa dibawa, cuma menggesek kartu kredit bisa pulang membawa belanjaan sepuasnya.

     Permasalahan timbul ketika konsumen terlambat  atau nunggak angsuran  atau tidak mampu mengangsur lagi sebagaimana yang disetujui dalam perjanjian pinjaman dengan berbagai kenyataan yang dialami, karena PHK, anak / istri sakit dan membayar biaya rumah sakit dan lain-lain.

      Terjadilah “Kredit macet”  akibat pengeluaran tidak terduga yang harus diselesaikan seketika. Ada management resiko yang bisa dilakukan, dengan cara yang lebih baik dan manusiawi, tidak dengan cara melecehkan manusia yang lagi tertimpa musibah dan melanggar hukum.

     Perusahaan finance  ketika menawarkan membujuk calon konsumennya secara santun, ketika angsuran macet menyuruh Depcolektor tidak jarang beberapa oknum Depcolektor perusahan Finance secara kasar melakukan penagihan kepada konsumen tanpa mau mendengar alasan.