Jakarta (ANTARA) - Indonesia dan Rusia sedang menyiapkan road map dalam bidang perdagangan dan investasi dalam lima tahun mendatang sebagai upaya peningkatan bilateral kedua negara dalam bidang ekonomi.
"Road map ini mudah-mudahan dapat ditandatangani pada saat kunjungan Menteri Pembangunan Ekonomi dan Perdagangan Rusia Elvira Nabiulina yang datang ke Jakarta kemungkinan bulan Oktober atau awal Desember 2011," ujar Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembiayaan Internasional Rizal Affandi Lukman di Jakarta, Senin.
Rizal mengutarakan hal tersebut seusai mendampingi Menko Perekonomian Hatta Rajasa menerima Duta Besar Rusia untuk Indonesia H.E. Alexander A. Ivanov.
Ia menjelaskan angka volume perdagangan dan investasi antar kedua negara saat ini masih rendah sekitar 1,7 juta dolar AS pada 2010.
Menurut dia, jumlah tersebut masih jauh di bawah potensi yang ada, walau dalam lima bulan pertama 2011 volume perdagangan meningkat hingga 50 persen mencapai sekitar 1 miliar dolar AS.
"Kalau sampai akhir 2011 kita bisa memperkirakan akan lebih dari 2 miliar dolar, kalau trennya sama dengan lima bulan pertama. Ini peningkatan yang cukup menggembirakan walau pun angkanya masih kecil dibandingkan dengan negara lain," ujarnya.
Rizal menambahkan salah satu perusahaan di Rusia juga tertarik untuk melakukan investasi rel kereta api untuk mengangkut batu bara dari Kalimantan Tengah ke Kalimantan Timur sepanjang 185 kilometer senilai 2,5 miliar dolar AS.
Menurut rencana, penandatanganan nota kesepahaman rel kereta api ini akan dilakukan saat kunjungan Presiden Rusia ke Bali saat menghadiri East Asia Summit pada November 2011 mendatang.
"Mudah-mudahan kalau ini segala sesuatunya dapat disepakati antara pihak-pihak dari Indonesia maupun Rusia, karena ini melibatkan juga Pemda di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur yang akan dilewati oleh rel tersebut," ujar Rizal.
Dalam pertemuan tersebut, juga dibahas mengenai kemungkinan penambahan impor tepung terigu asal Rusia untuk mengatasi dampak perubahan iklim, menjaga agar harga tetap kompetitif serta mengatasi ketergantungan impor dari Australia dan Turki.
"Impor tepung terigu juga disinggung, bahwa kita mengharapkan supaya ada impor dari Rusia. Saat ini memang sudah ada dan mudah-mudahan dapat dilakukan secara kontinyu. Ini untuk menambah alternatif bagi Indonesia, tidak hanya mengimpor dari Australia dan Turki. Kalau dapat suplai dalam jumlah yang terus-menerus cukup signifikan, ini akan menguntungkan untuk pasar kita," ujarnya.
Menurut dia, impor tersebut perlu dilakukan karena iklim di Indonesia sangat sulit untuk menanam gandum padahal konsumsi non beras penduduk makin meningkat.
"Sangat sulit menanam gandum di Indonesia dengan iklim tropis. Itu harus di subtropis. Impor untuk mengurangi ketergantungan kepada satu-dua negara, menghindari dampak perubahan iklim di negara asal pengekspor tepung terigu. Ini sejalan dengan penduduk kita yang mengkonsumsi non beras semakin meningkat. Kebutuhan itu tentu harus diimbangi dengan suplainya dari luar," kata Rizal. (*)