Mataram, 14/10 (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat akan mewajibkan perusahaan tambang menyadangkan dana reklamasi sesuai nilai yang ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pertambangan mineral dan batubara, yang akan segera disahkan DPRD.
"Ada pengaturan tentang kewajiban perusahaan tambang minerba menyadangkan dana reklamasi lokasi tambang, dalam rancangan perda yang sedang kami telaah," kata Sekretaris Panitia Khusus (Pansus) IV DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) Nurdin Ranggabarani, di Mataram, Jumat.
September lalu, pimpinan DPRD NTB membentuk empat pansus untuk menelaah tujuh perda dan raperda, melalui serangkaian pembahasan di gedung DPRD NTB, dan dikonsultasikan dengan para pihak di kementerian terkait.
Salah satu raperda itu yakni raperda pengelolaan tambang minerba yang diinisiasi Pemerintah Provinsi NTB, kemudian ditelaah Pansus IV dan dibawa dalam sidang paripurna DPRD NTB, 7 Oktober lalu, namun belum bisa ditetapkan karena masih ada banyak hal yang perlu dimantapkan.
Nurdin mengatakan, salah satu permasalahan yang seringkali mencuat dalam pertambangan minerba yakni reklamasi lokasi tambang yang tidak jarang diabaikan perusahaan terutama diakhir masa operasional.
Karena itu, dipandang perlu menyusun aturan yang mengatur secara detail mekanisme reklamasi lokasi tambang, termasuk dana cadangan yang diwajibkan kepada perusahaan tambang yang bersangkutan.
"Nantinya, setiap perusahaan tambang minerba harus menyetor dana cadangan untuk kegiatan reklamasi. Dana itu tidak bisa digunakan jika belum waktunya, sehingga akan diatur formula penyimpanan dana itu," ujarnya.
Dalam pembahasan raperda pertambangan minerba itu, kata Nurdin, berkembang beragam wacana seperti dana cadangan untuk reklamasi itu disimpan di rekening khusus perusahaan tambang namun terblokir sehingga hanya bisa dipergunakan saat pelaksanaan reklamasi.
Wacana lainnya yakni disimpan di rekening pemerintah daerah, atau rekening bersama perusahaan dan pemerintah daerah, namun tetap hanya bisa digunakan pada waktunya.
"Juga sedang dikaji formula penentuan nilai dana yang hendak dicadangkan, yang tentunya mengacu kepada sejumlah kriteria seperti jumlah areal yang digunakan beserta luasnya, jumlah produksi dan lain sebagainya," ujarnya.
Selain itu, raperda pertambangan tambang minerba yang sudah hampir rampung itu juga mengatur tentang pembatasan jumlah produksi yang disesuaikan dengan kandungan minerba.
Perusahaan tambang minerba nantinya hanya dibolehkan memproduksi sebagian dari potensi kandungan di lokasi itu, agar kelestarian material tambang tetap terpelihara hingga masa mendatang.
"Misalnya potensi kandungan minerba di suatu lokasi satu juta meter kubik, maka yang boleh ditambang hanya setengahnya atau seperempatnya saja. Itu juga diatur dalam raperda yang sedang kami telaah," ujarnya.
Menurut Nurdin, untuk menyempurnakan raperda pertambangan minerba itu, Pansus IV akan meminta pendapat atau pandangan pihak lainnya selain unsur pemerintahan, seperti elemen masyarakat lingkar tambang.
"Bisa kami turun ke lapangan, atau elemen masyarakat yang dianggap memahami substansi masalah yang kami ajak ke gedung dewan. Sebenarnya, versi eksekutif komponen masyarakat sudah dilibatkan dalam penyusunan raperda itu, tetapi kami juga ingin membuktikan respos masyarakat secara langsung," ujarnya.
Diagendakan, akhir Oktober 2011, Pansus IV kembali membawa raperda pengelolaan tambang minerba yang berisi 16 bab, 60 pasal dan 132 ayat itu, ke dalam sidang paripurna DPRD NTB, sekaligus penetapannya sebagai perda jika terlaksana sesuai rencana. (*)