PPP BELUM DILIBATKAN BAHAS PEROMBAKAN KABINET

id

     Mataram, 8/4 (ANTARA) - Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saifudin, yang juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, mengatakan, partainya belum dilibatkan dalam pembahasan perombakan Kabinet Indonesia Bersatu II.
     "Belum ada, kami belum dilibatkan untuk itu," kata Lukman, seusai menghadiri babak final lomba cerdas cermat empat pilar pembangunan berbangsa dan bernegara ((Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika) tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram, Minggu petang. 
     Cerdas cermat itu diselenggarakan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bekerja sama dengan Dinas Pendidikan setempat.
     Lukman mengemukakan hal itu ketika ditanya wartawan terkait sinyalemen perombakan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, menyusul sikap berseberangan paham Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam sidang paripurna terkait harga bahan bakar minyak (BBM), 30 Maret 2012.
     Sinyalemen perombakan KIB II itu makin menguat setelah pada Selasa (3/4), Presiden Susilo Bambang Yudhoyo (SBY) memutuskan tidak melanjutkan kontrak koalisi dengan PKS. SBY mengambil keputusannya dalam forum Setgab Koalisi.
     Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa, mengemukakan bahwa perhatian utama Presiden SBY sat ini yakni menyusun kembali formasi koalisi yang lebih rapi dan lebih dapat diandalkan.
     Sedangkan Sekretaris Setgab Koalisi Syarief Hasan mengatakan, kontrak koalisi PKS dengan Presiden SBY tidak diperpanjang hingga 2014, sehingga PKS terancam untuk tidak lagi menjadi bagian dari koalisi pemerintah meski masih memiliki kader di kabinet.
     Menurut Lukman, perombakan kabinet itu ranah Presiden sehingga tidak ada partai politik yang berkewenangan untuk mendorong atau mencegah agar setiap partai politik menjadi bagian dari koalisi partai pendukung pemerintah.
     "Itu hak prerogatif Presiden, sehingga berpulang kepada Presiden, apakah hendak mempertahankan partai politik itu atau tidak. Atau Presiden hendak mengurangi portopolio yang diberikan kepada PKS atau sama sekali tidak mengambil langkah," ujarnya.
     Ia mengatakan, partai politik mana pun, termasuk PPP, tidak dalam posisi mendorong atau mencegah sikap Presiden SBY terkait permasalahan tersebut.
     Hanya saja, Presiden harus mempunyai kalkulasi politik, sebelum mengambil kebijakan yang menjadi hak prerogatif itu.
     Mengenai alternatif menggunakan kalangan profesional untuk mengisi jabatan menteri yang bakal ditinggalkan PKS, Lukman mengatakan, pilihan terbuka untuk itu, namun tentunya masing-masing mempunyai dampak positif dan negatif. 
     "'Standing-nya' sama, profesional atau dari kader parpol, tergantung Pak SBY. Tetapi, harus mempertimbangkan keberlangsungan jabatan Presiden sampai 2014, karena ada kaitannya dengan daya topang parpol yang berhimpun dalam koalisi pendukung pemerintah," ujarnya.
     Menurut Lukman, mengambil kalangan profesional atau kader parpol, sama-sama harus mempertimbangkan dampaknya.
     "Harus hitung betul, apakah sampai 2014 keberadaan Presiden didukung parpol atau tidak. Itu ada untung ruginya," ujarnya. (*)