DIRJEN PAJAK: JANGAN GUNAKAN PEGAWAI PAJAK SEBAGAI KONSULTAN

id

Mataram, 6/7 (ANTARA) - Dirjen Pajak Ahmad Fuad Rahmany meminta kalangan pengusaha untuk tidak menggunakan pegawai pajak sebagai konsultan, agar tidak membuka ruang penyimpangan dalam penerimaan negara dari pajak.
"Untuk para pengusaha, jangan minta pegawai pajak jadi konsultan pajak, nanti seperti Gayus," kata Fuad pada acara penandatanganan kesepakatan bersama Kepala Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nusa Tenggara (wilayah NTB dan NTT) Pontas Pane, dengan bupati/wali Kota se-Pulau Lombok, yang digelar di Mataram, Jumat malam.
Penandatanganan kesepakatan bersama itu menandai pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor Perkotaan dan Perdesaan (P2) yang selama ini dikelola oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, mulai dialihkan ke pemerintah daerah (pemda) se-Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Acara itu juga dihadiri lebih dari 100 orang wajib pajak yang diundang panitia penyelenggara, guna menyaksikan momentum pengalihan PBB-P2 itu.
Di hadapan wajib pajak dari berbagai lapisan masyarakat, Fuad menjelaskan bahwa tugas utama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yakni mengelola administrasi pelayanan pajak.
Sesuai ketentuan, wajib pajak membayar pajak melalui lembaga perbankan yang masuk ke kas negara sebagai penerima negara dari pajak.
"Itu berarti uang triliunan rupiah yang disetor wajib pajak bukan diambil petugas pajak, tetapi masuk ke kas penerimaan negara. Kalau kasus Gayus itu dia 'cincay' dengan pengusaha wajib pajak, bukan ambil uang pajak," ujarnya.
Fuad kemudian mengajak wajib pajak agar tidak melibatkan petugas pajak sebagai konsultan pajak di perusahaan-perusahaan, agar terhindar dari masalah seperti Gayus.
Selain itu, pihaknya juga melarang pegawai pajak menjadi konsultan di perusahaan mana pun, dan Direktorat Jenderal Pajak sangat konsisten dalam memberikan sanksi.
Pada kesempatan itu, Fuad mengungkapkan target penerimaan pajak 2012 yang ditetapkan pemerintah dan DPR kepada Direktorat Jenderal Pajak, yakni sebesar Rp1.016 triliun.
Target penerimaan negara pada 2012 ditetapkan sebesar Rp1.358 triliun lebih, yang terdiri dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp300 triliun lebih dari penerimaan pajak sebesar Rp1.016 triliun lebih.
Dari target peneriman negara itu, sebagian besar atau 65 persen yakni Rp885 triliun lebih bersumber dari DJB, sisanya dari penerima Bea dan Cukai.
"Kami optimistis dapat mencapai target penerimaa pajak itu, seiring dengan reformasi birokrasi yang tengah dijalankan oleh Kementerian Keuangan, termasuk di Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki 31 kantor wilayah yang membawahi 532 kantor pelayanan pajak di tingkat provinsi dan kabupaten/kota," ujarnya.
Ia mengatakan, Diitjen Pajak menerapkan nilai-nilai Kementerian Keuangan yang meliputi integritas, profesional, sinergi, pelayanan, dan penyempurnaan, serta terus meningkatkan reformasi birokrasi dan dukungan dari rakyat, target pajak itu dapat dicapai.
Penerapan lima nilai-nilai Kementerian Keuangan tersebut merupakan kunci sukses agar Ditjen Pajak dapat menjalankan "Tujuh Langkah Strategis" untuk mengamankan penerimaan pajak tahun 2012.
Tujuh Langkah Strategis itu meliputi penyempurnaan sistem administrasi pajak sektor Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pengawasan secara intensif pada sektor usaha tertentu yang memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan pajak, dan pembinaan dan pemberian fasilitas perpajakan untuk sektor usaha mikro, kecil, menengah (UMKM).
Selain itu, peningkatan penegakan hukum di bidang perpajakan dan penyempurnaan Sistem Piutang Pajak secara online, pelaksanaan program Sensus Pajak Nasional yang lebih terencana, terarah, dan terukur.
" Juga peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pemeriksa, dan juru sita, serta penyempurnaan sistem pengendalian internal melalui peningkatan fungsi kepatuhan internal," ujarnya. (*)