Penyidik jaksa memanggil penyewa aset Pemprov NTB di Gili Trawangan

id korupsi aset,aset pemprov ntb,aset gili trawangan,pemeriksaan saksi,penyewa aset

Penyidik jaksa memanggil penyewa aset Pemprov NTB di Gili Trawangan

Gedung Kejati NTB. ANTARA/Dhimas B.P.

Mataram (ANTARA) - Penyidik kejaksaan memanggil pria berinisial MW, terduga penyewa aset milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat berupa lahan seluas 65 hektare di kawasan wisata Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara.

Pemanggilan MW tersebut tertuang dalam surat panggilan saksi yang diterbitkan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat dengan Nomor: SP-1116/N.2.5/Fd.1/10/2022, tanggal 21 Oktober 2022.

Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputra yang dikonfirmasi di Mataram, Senin, mengaku tidak mengetahui perihal adanya penerbitan surat yang ditandatangani Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati.

"Saya tidak tahu, tidak ada kabar kepada saya," kata Efrien.

Dalam surat tersebut menjelaskan bahwa pihak kejaksaan meminta MW untuk hadir menghadap tim penyidik Ema Mulyawati pada hari Selasa (25/10).

Lokasi pemeriksaan MW sebagai saksi tertulis di Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.

Pihak kejaksaan dalam surat tersebut turut menyebutkan perihal dasar pemanggilan MW sebagai saksi, yakni sesuai dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Kepala Kejati NTB Nomor: Print-02/N.2/Fd.1/02/2022, tanggal 9 Februari 2022.

Ketika dikonfirmasi kembali dengan adanya bukti foto surat panggilan MW sebagai saksi tersebut, Efrien tidak melakukan upaya untuk melakukan konfirmasi lebih lanjut kepada pihak penyidik.

Dia pun berkilah dengan menjawab belum mendapat informasi.

"Saya tidak tahu. Belum dapat informasi," ujarnya.

Sebelumnya, pihak kejaksaan telah menyampaikan perihal pertimbangan meningkatkan status perkara tersebut ke tahap penyidikan berdasarkan hasil gelar perkara yang menyatakan adanya indikasi pelanggaran hukum dalam pengelolaan aset di Gili Trawangan.

Tindak lanjut dari hasil gelar tersebut, penyidik telah menyusun agenda pemeriksaan saksi, ahli, hingga upaya penelusuran potensi kerugian negara.

Namun, sejak adanya pergantian jabatan di lingkungan Kejati NTB, di antaranya Kepala Kejati NTB berganti dari Tomo Sitepu kepada Sungarpin dan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB dari Gunawan Wibisono kepada Ely Rahmawati, penyidikan kasus ini terkesan jalan di tempat.

Belum ada kabar yang berkaitan dengan upaya kejaksaan melakukan pemeriksaan seperti agenda di awal kasus ini naik ke tahap penyidikan.

Penanganan kasus yang berasal dari laporan masyarakat ini mengarah pada dugaan pungutan liar (pungli) perihal pemanfaatan hak pengelolaan lahan (HPL) milik Pemprov NTB yang menjadi kesepakatan dalam kontrak produksi dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI).

Persoalan itu diduga muncul sejak 1998 ketika PT GTI mengantongi kesepakatan kontrak produksi dari Pemprov NTB untuk mengelola lahan.

Dalam periode tersebut, muncul dugaan sejumlah pihak yang mengambil keuntungan pribadi. Dugaan itu berkaitan dengan sewa lahan secara masif dan ilegal.

Untuk kondisi terkini di areal seluas 65 hektare kawasan Gili Trawangan, sudah terdapat bangunan permanen yang sebagian besar menjadi ladang bisnis masyarakat penunjang pariwisata.
Pemetaan situasi di atas lahan itu pun telah dilakukan pihak kejaksaan. Hal itu didapatkan ketika Kejati NTB menjalankan tugas sebagai jaksa pengacara negara (JPN) untuk menyelamatkan dan menertibkan aset di kawasan wisata tersebut.

Upaya penyelamatan aset ini pun sebelumnya diharapkan dapat mendongkrak pendapatan asli daerah dengan prediksi keuntungan hingga triliunan rupiah.