Dua penipu investor tanah di Desa Kateng Lombok Tengah divonis 5 tahun penjara

id Penipu investor tanah bersalah,Investor tanah Lombok Tengah,Lombok Tengah,Investor

Dua penipu investor tanah di Desa Kateng Lombok Tengah divonis 5 tahun penjara

Hakim Pengadilan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat menyatakan dua terdakwa  kasus penipuan investor jual beli tanah di Desa Kateng, Kecamatan Praya Barat, CH dan AB divonis hukuman 5 tahun penjara. 

Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Hakim Pengadilan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat menyatakan dua terdakwa  kasus penipuan investor jual beli tanah di Desa Kateng, Kecamatan Praya Barat, CH dan AB divonis hukuman 5 tahun penjara. 

"Terdakwa CH dan AB divonis 5 Tahun penjara dengan denda Rp3 miliar Sub 6 Bulan," kata Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Arin di Praya, Senin. 

Ia mengatakan, vonis hakim terhadap terdakwa lebih rendah dari tuntutan JPU yakni 7 Tahun penjara dan vonis terdakwa AB sama dengan tuntutan JPU yakni 5 Tahun penjara. 

"Atas vonis hakim tersebut terdakwa mengajukan banding dan JPU juga banding," katanya. 

Sebelumnya, Kedua terdakwa dikenakan pasal berlapis yakni pasal penipuan dan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). 

Dalam dakwaan JPU, keduanya didakwa dengan dakwaan kumulatif kombinasi. Selain menerapkan pasal 378 KUHP tentang Penipuan juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, JPU juga menyertakan kedua terdakwa pasal 3 dan pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan ancaman pidana 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.

Terdakwa CW yang bekerja sebagai notaris dan terdakwa AB pada Juli 2019 hingga April 2020 telah dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.

Bermula sekitar awal tahun 2016, saksi Handy mempunyai rencana mencari lahan tanah untuk membangun kandang ayam berskala besar di wilayah Pulau Lombok.

Pada 16 Oktober 2019 terdakwa CW di kantornya di Praya menyampaikan kepada Handy kalau tanah seluas kurang lebih 17 hektare milik terdakwa AB mau dijual seharga Rp10 juta per are atau total harga Rp17 miliar. 

Handy menyatakan bersedia dan sanggup membayar tanah yang berada di kawasan main area sesuai yang ditawarkan oleh terdakwa CW dengan syarat tanah seluas 17 hektare itu harus dalam keadaan satu hamparan utuh sesuai peta bidang.

Saat itu, terdakwa AB menunjukkan bukti kepemilikannya atas tanah tersebut, serta telah dapat dilakukan peralihan hak atau sertifikatnya atas nama Handy selaku pembeli.

Saat itu, terdakwa CW meminta kepada Handy untuk menyerahkan uang sebesar 70 persen dari harga pembelian tanah Rp11.889.920.000 sebagai jaminan.

CW pun menyampaikan jika keseluruhan tanah-tanah main area tidak dapat tuntas seluruhnya diproses menjadi atas nama Handy, maka uang jaminan atau titipan senilai Rp 11.889.920.000 akan dikembalikan kepada Handy tanpa dipotong atau dikurangi sepeser pun.

Setelah itu, pada 25 November 2019, Handy menyerahkan uang jaminan Rp11.889.920.000 kepada terdakwa CW. Namun hingga saat ini sertifikat atas tanah area utama belum dapat diterbitkan atas nama Handy, termasuk pula tanah akses masuk ke lokasi belum terselesaikan.

Handy sudah berusaha berulang kali meghubungi CW untuk menanyakan perihal penerbitan sertifikat SHM atas tanah di area sesuai kesepakatan. 

Namun terdakwa CW selalu memberikan berbagai macam alasan hingga suatu ketika saksi Handy bertemu dengan Lalu Syarifudin selaku Kades Kateng pada bulan Januari 2020 dan mengatakan, sebenarnya tanah yang berada dalam kawasan main area yang dibeli oleh Handy tidak seluruhnya milik terdakwa AB. 

Atas penyampaian Kades Kateng Lalu Syarifudin tersebut, Handy meminta kepada terdakwa CW untuk mengembalikan uang jaminan senilai Rp11.889.920.000 yang telah diserahkannya.

Namun hingga saat ini, tidak pernah ada pengembalian uang jaminan. Akibat perbuatan kedua terdakwa Handy mengalami kerugian Rp11.889.920.000.