Turki tak terprovokasi pembakaran Al-Qur'an

id Pembakaran Al Quran,Swedia,Turki,Recep Erdogan

Turki tak terprovokasi pembakaran Al-Qur'an

Arsip Foto - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berjalan saat sesi Partnership for Global Insfrastucture and Investment dalam rangkaian KTT G20 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (15/11/2022). ANTARA FOTO/Media Center G20 Indonesia/Aditya Pradana Putra/nym/am.

Istanbul (ANTARA) - Turki tidak akan terhasut oleh  provokasi atau ancaman, kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Kamis, sehari setelah sebuah salinan Al-Qur'an dibakar di Swedia. “Kami akan mengajari orang-orang Barat yang arogan bahwa menghina Muslim bukanlah kebebasan berekspresi,” kata Erdogan kepada anggota Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) melalui pesan video.

Turki, kata dia, akan menyampaikan reaksi dalam cara yang paling tegas guna melawan organisasi teroris dan musuh-musuh Islam. Erdogan menandaskan bahwa  mereka yang mengizinkan aksi tersebut dengan dalih kebebasan berpendapat dan orang-orang yang menutup mata terhadap kejahatan itu, "tidak akan mencapai tujuannya".

Pada Rabu, seorang warga negara Irak membakar salinan Al-Qur'an di depan sebuah masjid di ibu kota Swedia, Stockholm. Pada 12 Juni, pengadilan banding Swedia mengukuhkan putusan pengadilan lebih rendah guna membatalkan keputusan larangan membakar Al-Qur'an, setelah menyimpulkan polisi tidak memiliki dasar hukum untuk menghalangi dua unjuk rasa yang dibarengi dengan pembakaran Al-Qur'an awal tahun ini.

Pada Februari, polisi menolak memberikan izin kepada dua permintaan unjuk rasa lainnya dengan alasan keamanan, setelah politisi sayap kanan Denmark Rasmus Paludan membakar salinan Al-Qur'an di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada Januari lalu. Selanjutnya, dua orang yang pernah berupaya melakukan tindakan provokatif di luar kedutaan Irak dan Turki di Stockholm mengajukan banding atas keputusan tersebut.

Baca juga: Negara Turki, Finlandia dan Swedia setujui mekanisme bersama
Baca juga: Sekjen NATO bahas perkembangan terakhir Rusia


Pada April, Pengadilan Administratif Stockholm membatalkan keputusan tersebut, dengan menyatakan risiko keamanan yang dijadikan alasan oleh polisi, sebagai tidak bisa membatasi hak berdemonstrasi.

Sumber: Anadolu