Mahkamah Agung memangkas hukuman terpidana korupsi benih jagung di NTB

id aryanto prametu,putusan pk,terpidana korupsi benih jagung

Mahkamah Agung memangkas hukuman terpidana korupsi benih jagung di NTB

Arsip foto- Tim jaksa dengan pendampingan petugas lapas mendokumentasikan proses eksekusi penahanan terhadap Aryanto Prametu (tengah), terpidana korupsi pengadaan benih jagung varietas hibrida III program Distanbun NTB tahun 2017, di Lapas Kelas IIA Mataram, Kuripan, Lombok Barat, NTB, Minggu (15/1/2023). (ANTARA/HO-Kejati NTB)

Mataram (ANTARA) - Mahkamah Agung melalui putusan Peninjauan Kembali Nomor: 715 PK/Pid.Sus/2023 memangkas hukuman Aryanto Prametu, salah seorang terpidana korupsi program pengadaan benih jagung tahun 2017 di Nusa Tenggara Barat, dari delapan tahun pada putusan tingkat kasasi menjadi empat tahun penjara.

Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera dikonfirmasi di Mataram, Selasa, mengatakan pihaknya hingga kini belum mendapatkan informasi terkait putusan MA tersebut.

"Belum ada informasi soal itu. Biasanya petikan dahulu yang kami terima," kata Efrien.

Sementara Aryanto Prametu melalui penasihat hukumnya, Emil Siain, membenarkan bahwa pihaknya sudah menerima petikan putusan PK yang ditetapkan pada 7 September 2023. "Iya, benar, baru petikan," ujar Emil.

Selain hukuman, Emil membenarkan bahwa Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan yang memeriksa penerapan hukum dari suatu perkara itu turut mengubah hukuman denda dari Rp400 juta subsider tiga bulan kurungan menjadi Rp200 juta subsider tiga bulan penjara.

Mahkamah Agung dalam putusan PK turut menetapkan agar Aryanto Prametu membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp7,87 miliar subsider satu tahun penjara sesuai dengan putusan kasasi.

Mahkamah Agung memutuskan hal demikian dengan mengabulkan permohonan PK dan membatalkan putusan kasasi dengan mengadili sendiri perkara Aryanto Prametu.

Mahkamah Agung dalam putusan yang mengadili sendiri perkara tersebut menyatakan perbuatan Direktur PT Sinta Agro Mandiri (SAM) itu terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Namun demikian, Emil mengatakan bahwa kliennya belum puas dengan putusan PK tersebut dan berencana kembali menempuh upaya hukum luar biasa untuk kali kedua ke Mahkamah Agung.