Pesantren di Sulbar perlu pahami moderasi beragama

id Moderasi beragama Sulbar,Moderasi Beragama,Antikekerasan

Pesantren di Sulbar perlu pahami moderasi beragama

Kepala Kemenag Sulbar, Syafruddin Baderung meninjau pembangunan Pondok Pesantren Shirotul Fuqoha' di Kecamatan Baras Kabupaten Pasangkayu, Selasa (26/9/2023). ANTARA/M Faisal HanapiĀ 

Mamuju (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) meminta pondok pesantren di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) agar perlu memahami program pemerintah mengenai moderasi beragama yang te;ah dicanangkan pemerintah pusat.

Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Sulbar Syafruddin Baderung di Mamuju, Selasa mengatakan, terdapat empat ciri dari moderasi beragama yang dapat dipahami pengurus pondok pesantren di Sulbar untuk dilaksanakan.

Keempat ciri moderasi beragama yang harus diketahui, kata dia, pemahaman tentang kebangsaan, kemudian antikekerasan, menjaga toleransi dan menghargai tradisi. Menurut dia, akidah dan syariat dalam agama sudah tidak boleh ditawar lagi dan umat Islam harus berpegang teguh pada keduanya. "Syariat dan akidah tidak ada kaitannya moderasi beragama, akan tetapi moderasi beragama adalah hubungan antara sesama manusia," katanya.

Ia berharap seluruh pondok pesantren di Sulbar harus menjaga kecintaannya terhadap bangsa dan negara Indonesia, dan pondok pesantren tidak boleh disusupi oleh hal yang tidak mencintai tanah air.

Ia juga menyampaikan Kemenag Sulbar akan membantu pengembangan madrasah agar memiliki izin operasional dan dapat terdaftar di Kemenag. "Kemenag Sulbar tidak akan mempersulit pengurusan surat izin operasional madrasah, dan siapapun yang ingin mendirikan lembaga keagamaan, seperti pondok pesantren akan dibantu ketika memenuhi syarat," katanya.

Baca juga: Indonesia bersyukur dikenal sebagai negara paling toleran
Baca juga: PPIDK Timteng sepakati Piagam Tunis sebagai gerakan moderasi beragama

Ia mengatakan syarat yang harus dipenuhi itu ada lima yaitu harus memiliki penanggung jawab, dan jumlah santri minimal 15 orang, memiliki asrama dan musholla atau masjid, dan memiliki kajian kitab.