Pemilik tanah Gnyadnya minta keadilan peralihan tanahnya dipecah jadi 26 sertifikat

id Kasus Tanah,Pemilik Tanah,Tanah di kawasan Pecatu Bali,sertifikat tanah

Pemilik tanah Gnyadnya minta keadilan peralihan tanahnya dipecah jadi 26 sertifikat

Pemilik tanah Made Gde Gnyadnya (kanan) bersama putrinya menunjukan sertifikat tanahnya (Antara/HO-ist)

Bali (ANTARA) - Pemilik lahan seluas enam hektare di Bukit Ungasan, Jimbaran, Kabupaten Badung-Bali Made Gde Gnyadnya (72) mengungkapkan adanya peralihan kepemilikan tanahnya yang kini telah dipecah menjadi 26 sertifikat.

"Saya berharap adanya kejelasan serta mediasi dengan pihak terkait guna menyelesaikan permasalahan ini secara adil," kata Made Alit Dumara Swari, putri kedua Gnyadnya dalam keterangan tertulis di terima Antara pada Senin (3/2).

Dia menjelaskan bahwa awalnya tanah tersebut hendak dibeli oleh Hanifah Husein dari Jakarta. Namun, karena yang bersangkutan tidak memiliki dana yang cukup, ia diminta untuk meminjam uang kepada Erwin Suyanto di Jakarta dengan kesepakatan bahwa Hanifah akan melunasi pinjaman beserta harga tanah dalam waktu tiga bulan.

"Sebelum saya pinjam uang, saya sudah berkonsultasi dengan notaris dan makelar tanah yang memastikan transaksi ini sah," ujarnya.

Namun, setelah melewati batas waktu yang disepakati, pembayaran pelunasan tidak dilakukan. “Ayah saya sampai drop sakit dan saya sebagai putrinya mengambil alih untuk perwakilan pengurusan penyelesaian masalah yang sudah terjadi,” kata Made Alit Dumara Swari, putri kedua Gnyadnya.

Ia pun mengaku sudah menghubungi Erwin dan pihak-pihak terkait lainnya. “Pak Erwin hanya menginginkan uangnya kembali beserta keuntungan bunga yang sudah disepakati 3 persen tiap bulannya,” ujarnya.

Karena nilai yang besar, Made Alit menyebut belum ada pembeli yang memberikan DP sesuai keinginan pihak Erwin. “Pada bulan Desember 2021 Pak Erwin melanjutkan proses balik nama tanpa persetujuan dan konfirmasi ke saya ataupun bapak saya,” tutur Made Alit.

Peralihan sertifikat itu pun turun tingkat dari semula Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan. Keterkejutan masih berlanjut saat sertifikat tanah tersebut dialihkan atas nama Sandiana Soemarko melalui PT Berkat Maratua Indah di Jakarta Selatan.

Baca juga: AHY: Sertifikat tanah beri ketenangan dari penyalahgunaan

Belakangan diketahui bahwa Erwin menjadi kuasa hukum dari Sandiana Soemarko. "Sekarang sertifikat sudah dipecah menjadi 26 bagian dan masih atas nama Sandiana," katanya.

Selain kehilangan kepemilikan lahan, Gnyadnya juga mengaku telah mengeluarkan dana miliaran rupiah untuk mendapatkan izin menjadikan lahan tersebut kawasan perumahan, serta ratusan juta rupiah untuk membangun akses jalan.

"Sekarang ada calon pembeli yang berminat, saya berharap Ibu Sandiana mau terbuka dan menyerahkan data-data tanah agar proses jual beli bisa berjalan lancar," harap Gnyadnya.

Upaya mediasi sebenarnya telah dilakukan, namun menurut Gnyadnya, hingga kini belum mendapatkan respons yang memuaskan dari pihak yang bersangkutan. Ia berharap agar pembagian hasil penjualan dapat dilakukan secara adil sesuai dengan kesepakatan awal.

"Saya ingin bagian yang pantas, karena sejak awal ini bukan murni jual beli, tetapi ada kerja sama yang disepakati," ujarnya.

Terkait dengan nilai lahan, Gnyadnya menyebut harga pasaran tanah di kawasan tersebut saat ini mencapai Rp500 juta per are. Jika dikalkulasi secara total, luasan lahan tersebut bernilai Rp 300 miliar.

Baca juga: Program PELATARAN percepat layanan sertifikat tanah

Gnyadnya pun mengungkapkan jika saat ini terdapat calon pembeli yang menawar seluruh lahan seharga Rp189 miliar. "Saya berharap transaksi ini bisa berjalan dengan baik, tanpa ada pihak yang merasa dirugikan," ucapnya.

Dalam hal ini, Gnyadnya juga menyoroti pentingnya keadilan dalam transaksi tanah di Bali. "Saya meminta keadilan agar hak saya sebagai pemilik awal tidak diabaikan. Jangan sampai praktik yang merugikan seperti ini terus terjadi dan mencederai masyarakat Bali," katanya.