Mataram (Antaranews NTB) - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon beranggapan ada kriminalisasi dengan penetapan Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Ma'arif sebagai tersangka oleh Polres Surakarta, Jawa Tengah.
"Saya kira itu bagian dari kriminalisasi," kata Fadli usai menjadi pembicara diskusi publik "Selasa-an, Topic of the Week": "Jelang Pilpres, Jokowi Blunder dan Panik?" di Seknas Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, banyak pendukung petahana yang dilaporkan ke kepolisian, termasuk menterinya, karena jelas memberikan dukungan. Namun, tidak ada perlakuan sama bagi pendukung Prabowo-Sandi.
Begitu BPN Prabowo-Sandi, kata dia, langsung ada tindakan drastic. Hal ini ada upaya menghambat dan membungkam karena laju petahana ini sudah stagnan, bahkan elektabilitasnya sudah menurun.
"Akhirnya, panik dengan melakukan penahanan, ancaman-ancaman, dengan menggunakan hukum sebagai alat kekuasaan," kata anggota Dewan Pengarah BPN Prabowo-Sandi ini.
BPN Prabowo-Sandi sendiri akan memberikan bantuan hukum kepada Slamet Ma'arif.
"Pasti. Sudah malah. Akan ada bantuan hukum kepada semua pihak. Jangankan untuk bagian dari BPN atau mereka yang selama ini dianggap dekat, ya, kepada masyarakat pun saya kira kami lakukan bantuan hukum," katanya.
Meskipun demikian, dia mengimbau aparat penegak hokum, baik polisi, kejaksaan, maupun hakim, untuk berbuat yang adil dalam memproses hukum.
"Karena ketidakadilan yang ditujukkan secara nyata itu, hanya akan merugikan bangsa dan negara. Hanya akan memecah belah persatuan kita karena perasaan ketidakadilanlah yang menimbulkan kita dahulu juga melawan kolonialisme Belanda," papar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.
Dalam diskusi, Fadli Zon mengatakan bahwa kubu pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin melakukan sejumlah blunder, seperti pembebasan Abu Bakar Ba'asyir yang tidak kunjung bebas.
"Mungkin mereka berpikir ada 'game changer'. Karena sebagian umat Islam tidak dukung petahana, caranya bebaskan Ustaz Abu Bakar Ba'asyir," katanya.
Namun, ternyata menimbulkan kontroversi yang baru karena PM Australia tidak setuju dengan rencana pemerintahan Jokowi untuk membebaskan Ba'asyir.
"Baru dinyatakan PM Australia saja, langsung mengerut, konon katanya itu di WA dan langsung blunder," ucapnya.
Fadli menganggap pemerintah saat ini seolah membatasi berbagai kritikan yang dilemparkan sejumlah pihak.
Di dalam era demokrasi, kata Fadli, terdapat sejumlah kemewahan yang bisa dinikmati oleh rakyatnya, yakni kebebasan berpendapat, bisa berkumpul, dan berserikat.
Akan tetapi, melihat rezim saat ini, dia menilai sejumlah kemewahan itu justru dipangkas.
Ia mencontohkan pada kasus yang menimpa terdakwa ujaran kebencian Ahmad Dhani yang dianggapnya juga salah satu bentuk kriminalisasi yang dilakukan oleh Pemerintah.
"Saya kira kasus Ahmad Dhani adalah contoh nyata. Sistem keadilan kita tidak bekerja dengan baik," kata Fadli.