Perkara pencurian ayam di Lombok Tengah diselesaikan dengan restorative justice

id RJ,Lombok Tengah ,NTB,Kejari Lombok Tengah, keadilan restoratif ,restorative justice ,pencurian ayam,perkara

Perkara pencurian ayam di Lombok Tengah diselesaikan dengan restorative justice

Acara penyelesaian perkara kasus pencurian ayam secara RJ oleh Kejari Lombok Tengah, Provinsi NTB di Lombok Tengah, Jumat (25/04/2025). ANTARA/HO-Humas Kejari Lombok Tengah.

Lombok Tengah (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) menyetujui permohonan penyelesaian perkara kasus pencurian ayam dengan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ).

"Kami menyelesaikan perkara kasus pencurian ayam secara RJ," kata Kasi Intel Kejari Lombok Tengah I Made Juri Imanu di Lombok Tengah, Jumat.

Ia mengatakan satu perkara yang disetujui untuk diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka PI dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, yang disangka melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan.

Kasus ini bermula pada Rabu, 12 Februari 2025 sekitar pukul 22.00 WITA, saat AJ (DPO) datang ke rumah tersangka PI di Dusun Dasan Buah, Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, dan mengajaknya mencuri ayam di Dusun Buncalang.

"Karena hanya bekerja sebagai petani serabutan tanpa penghasilan tetap dan membutuhkan uang untuk kebutuhan sehari-hari, PI akhirnya menerima ajakan tersebut," katanya.

Baca juga: Kejari Lombok Tengah agendakan ekspose perkara korupsi PPJ dengan BPKP NTB

Kemudian pada Kamis, 13 Februari 2025 sekira pukul 02.00 Wita tersangka bersama AJ (DPO) berangkat dari rumah tersangka dengan berjalan kaki menuju rumah milik korban HG dan mencuri 7 ekor ayam dan 1 tabung gas elpiji 3 kilogram milik korban.

"Ditunjuk jaksa fasilitator untuk penyelesaian perkara tersebut berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice)," katanya.

Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf serta korban telah memaafkan tersangka, tetapi ada syarat yang wajib dipenuhi oleh tersangka sesuai dengan aturan Desa Sukarara (hukum adat).

Berdasarkan hasil musyawarah desa, diperoleh kesepakatan, diterapkan terhadap perbuatan tersangka yaitu membayar denda.

"Sehingga tersangka harus membayar denda sebesar Rp 490.000 kepada perangkat Desa Sukarara, yang kemudian uang denda tersebut akan digunakan untuk kemaslahatan masyarakat," katanya.

Baca juga: Kejari Lombok Tengah minta kajian ahli pidana forensik terkait korupsi PPJ

Setelah melaksanakan ekspose internal dengan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat, permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dalam penyelesaian penanganan perkara tersebut telah disetujui dengan pertimbangan antara lain telah melaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memaafkan

" Tersangka belum pernah dihukum dan tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana," katanya.

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, serta proses perdamaian dengan syarat telah dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.

"Pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif," katanya.

Baca juga: Kejari: Kasus pajak penerangan jalan di Lombok Tengah masih penyidikan