BBPOM SITA 21.454 PRODUK OBAT-OBATAN ILEGAL

id



Mataram, 10/11 (ANTARA) - Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam operasi selama dua bulan pertama di tahun ini telah berhasil menyita sebanyak 646 item atau 21.454 kemasan produk makanan, obat-obatan dan kosmetik ilegal atau tanpa izin edar.

Kepala BBPOM Mataram Hj. Sri Utami Ekaningtyas di Mataram, Selasa mengatakan, produk bermasalah yang disita itu antara lain 9.437 kemasan obat keras tanpa kewenangan menjual, 8.102 kemasan obat tradisional tanpa izin edar, kosmetik tanpa izin edar 3.424 kemasan dan produk pangan kedaluwarsa 286 kemasan.

Ia mengatakan, produk makanan, obat-obatan dan kosmetik bermasalah yang ditaksir senilai Rp40 juta itu disita dari 64 sasaran operasi, yakni toko, salon, swalayan dan warung atau kios yang menjual obat keras tanpa izin.

"Menurut rencana produk bermasalah hasil operasi selama dua bulan terakhir tahun 2009 tersebut akan kita musnahkan pada peringatan HUT ke-51 Provionsi NTB 17 Desember, kami mengharapkan dengan pemusnahan tersebut bisa diwujudkan NTB bebas obat ilegal," katanya.

Dari puluhan ribu kemasan produk yang disita BBPOM Mataram terdapat kosmetik bermerek oksigen yang diimpor dari Amerika Serikat dan Kanada dan dipasarkan di Indonesia tanpa izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan pusat.

"Produk obat-obatan dan komestik impor harus dilakukan penelitian dan pengujian terlebih dahulu apakah aman digunakan, baru kemudian dikeluarkan izin edar, namun banyak diantaranya yang langsung dipasarkan secara ilegal," ujarnya.

Sriutami mengatakan, menurut UU No. 32/1992 tentang kesehatan pelaku penyaluran obat tanpa izin edar diancam hukuman kurungan maksimal 5 tahun dan denda Rp140 juta, namun untuk sementara ini masih dalam tahap pembinaan.

"Para penjual obat bermasalah tersebut hanya diminta membuat surat pernyataan tidak mengulangi lagi menjual produk ilegal dan barang tersebut dimusnahkan dan jika setelah diperingati masih bandel kami akan mengambil tindakan tegas," katanya.

Menurut dia, di NTB banyak yang menjual obat keras di warung atau kios, hal ini disebabkan masyarakat tidak mengetahui, karena itu mereka akan terus dibina agar tidak lagi menjual obat-obatan yang masuk daftar G tersebut.(*)