PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL SELALU DIKOORDINASIKAN DENGAN UNHCR

id



          Mataram, 13/11 (ANTARA) - Pejabat imigrasi di Kantor Imigrasi (Kanim) Mataram menyatakan, penanganan imigran ilegal selalu dikoordinasikan dengan Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) dan mitranya Lembaga Migrasi Internasional (IOM) agar tidak membebani keuangan negara.

         "Setiap imigran ilegal yang ditangkap selalu dikoordinasikan dengan UNHCR dan IOM agar ada pihak yang menghidupi mereka," kata Kasi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Wasdakim) Kanim Mataram, M. Adnan, di Mataram, Jumat.

         Imigran gelap itu umumnya enggan dipulangkan namun menuntut bantuan makanan dan kebutuhan lainnya, katanya.

         Adnan mencontohkan penanganan 70 orang imigran ilegal asal Afghanistan yang hendak menyusup ke Australia melalui Pulau Lombok, 10-11 September lalu.

         Puluhan imigran ilegal itu sempat diamankan lebih dari dua pekan sehingga kebutuhan pokoknya seperti pangan harus ditanggung pihak yang mengamankan mereka.

         "Itu sebabnya, kami selalu berkoordinasi dengan UNHCR dan IOM ketika ada banyak imigran ilegal yang mengaku hendak mencari suaka politik karena di negaranya tidak aman," ujarnya.

         Diakui Adnan, hal serupa juga ditempuh Kanim Sumbawa ketika Kamis (5/11) pekan lalu mengamankan 41 orang imigran ilegal asal Srilangka di Pelabuhan Calabai, Kabupaten Sumbawa.

         Selama mengamankan 41 orang imigran itu, pihak UNHCR dan IOM terlibat aktif membantu mengurus kebutuhan puluhan warga Sri Lanka itu.

         Adnan pun membenarkan kecenderungan imigran ilegal dari berbagai negara seperti Afghanistan, Sri Lanka, Irak, Iran dan Bangladesh, menjadikan wilayah NTB sebagai daerah transit penyusupan ke Benua Australia.

         Sebelumnya, Direktur Reserse dan Kriminal (Direskrim) Polda NTB, Kombes Pol William Lameng, mengungkapkan bahwa wilayah NTB sering dijadikan daerah transit para imigran ilegal dari Timur Tengah yang hendak ke Australia menggunakan perahu motor.

         Modus operandi penyeberangan ke Australia itu diawali dari wilayah NTB sebagai daerah transit karena NTB merupakan kawasan wisata yang banyak dikunjungi warga negara asing.

         Setelah memasuki wilayah NTB, terutama di Pulau Sumbawa, para imigran gelap itu berupaya menyeberang ke Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi NTT, selaku pulau paling selatan wilayah Indonesia yang relatif dekat dengan Benua Australia.

         Dari Pulau Rote mereka menuju perairan Australia hanya menggunakan perahu motor berukuran kecil agar dianggap sebagai nelayan tradisional.

         "Ketika telah tiba di perairan Australia, para imigran gelap itu menghancurkan perahunya dengan cara membakarnya untuk menimbulkan kesan sedang terjadi musibah kemudian mereka terdampar di perairan Australia, agar dapat memasuki wilayah negara itu dengan alasan kemanusiaan," ujarnya.

         Lameng menambahkan, selama 2008 pihaknya menangkap empat orang warga Afghanistan, Irak yang hendak menyeberang ke Australia setelah transit di wilayah NTB.

         Kemudian  60 orang warga Timor Tengah lainnya yang hendak menyeberang ke Australia dapat digagalkan namun 17 imigran lainnya berhasil menyeberang ke Australia.(*)