Mataram, 27/1 (ANTARA) - Petani tembakau di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) menolak fatwa haram merokok hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III di Padang Panjang, Sumatera Barat, 23-26 Januari 2009.
"Kami menolak fatwa itu karena memunculkan opini baru seolah-olah usaha tani tembakau yang selama ini kami geluti dikategorikan haram," kata Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Hatman, di Mataram, Selasa.
Ia mengomentari Fatwa MUI itu setelah menghadiri rapat koordinasi Gubernur NTB, KH. M. Zainul Majdi, dengan para pihak terkait kebijakan pengalihan bahan bakar pemanasan (omprong) daun tembakau virginia dari minyak tanah ke batubara.
Hatman menyebut, warga yang menggeluti usaha tani tembakau di Pulau Lombok mencapai 16.809 kepala keluarga (KK) dan sejauh ini hasil produksinya merupakan penyumbang terbesar bahan baku rokok nasional.
Sampai tahun 2007 produksi tembakau virginia pada areal seluas 16.158 hektare (ha) di Pulau Lombok telah mencapai 29 ribu ton atau 78 persen dari total kebutuhan tembakau virginia nasional sebanyak 50 ribu ton/tahun.
Pada musim tanam tahun 2008, areal tanam tembakau virginia yang digarap mencapai 22.019 ha agar dapat memproduksi sebanyak 45.534 ton atau sekitar 90 persen kebutuhan tembakau virginia nasional.
Perluasan areal tanam tembakau virginia itu untuk memaksimalkan potensi areal tanam tembakau virginia di Pulau Lombok yang mencapai 58.516 ha. Sebanyak 10.098 ha berada di wilayah Kabupaten Lombok Barat, 19.263 ha di Lombok Tengah dan 29.154 ha di Lombok Timur.
Masa produksinya selama lima bulan dengan pelibatan pelaku usahatani sebanyak 23 ribu orang dan 15 unit perusahaan pengelola tembakau sebagai mitra petani dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 154 ribu orang.
Tembakau virginia produk NTB yang dikirim ke luar daerah berbentuk krosok dalam kemasan khusus (peti kemas yang memiliki pengaturan suhu) sebagai bahan baku industri karena belum ada pabrik rokok.
Harga bahan baku tembakau virginia produk NTB berbentuk krosok dengan harga jual berkisar antara Rp16 ribu hingga Rp25 ribu/kilogram. Menurut Hatman, fatwa haram merokok itu tentu berpengaruh terhadap permintaan bahan baku tembakau virginia asal Lombok karena produksi rokok pun berkurang akibat menurunnya jumlah konsumen.
"Selain dihantui rasa bersalah akibat penegasan MUI dalam fatwa haram merokok itu, pendapatan petani tembakau pun berkurang dan ancaman kemiskinan makin dekat," ujarnya.
Dia pun menilai keputusan MUI itu terkesan gegabah dan terlalu berlebihan, meskipun ditinjau dari aspek kesehatan merokok justru membawa efek buruk.
Karena itu, keputusan tersebut harus dipertimbangkan secara bijaksana, sebab jika rokok diharamkan maka kedudukannya akan sama dengan minuman keras.
Hal itu berarti, para petani tembakau, pembuat rokok, penjual, hingga orang yang menerima keuntungan dari rokok akan dikategorikan melakukan perbuatan haram.
"Sebaiknya segera batalkan fatwa itu karena sangat mengganggu ketenangan hidup dan kenyamanan puluhan ribu jiwa petani tembakau di Pulau Lombok," ujar Hatman. (*)